Jakarta (ANTARA News) - Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih meminta "fee" dari Pemegang saham Blakgold Natural Resources Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo untuk kebutuhan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar dan pemangan suaminya sebagai calon Bupati Temanggung.

"Eni Maulani Saragih selaku bendahara munaslub Golkar meminta sejumlah uang kepada terdakwa dengan alasan untuk digunakan dalam Munaslub Golkar dan guna meyakinkan terdakwa, Idrus Marham juga menyampaikan kepada terdakwa 'tolong dibantu ya', selanjutnya permintaan Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham itu disanggupi terdakwa," kata Jaksa Penutut Umum (JPU) KPK Ronald Worotikan dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Hal itu terungkap dalam pembacaan surat dakwaan Johanes Budisutrisno Kotjo yang didakwa memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp4,75 miliar kepada Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR periode 2014-2019 dan bekas Plt Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham.

"Uang sebesar Rp4 miliar lalu diberikan kepada Eni Maulani secara bertahap melalui Tahta Maharaya di kantor Kotjo yaitu pada 18 Desember 2017 sejumlah Rp2 miliar dan pada 14 Maret 2018 sejumlah Rp2 miliar," tambah jaksa Ronald.

Pada 27 Mei 2018, Eni mengirimkan "whatsapp" (WA) lagi untuk meminta sejumlah Rp10 miliar guna keperluan pilkada suami Eni Maulani yang mencalonkan diri menjadi Bupati Temanggung.

Suami Eni adalah Muhammad Al Khadziq yang akhirnya terpilih sebagai Bupati Temanggung 2018-2023 bersama dengan Heru Ibnu Wibowo.

"Eni menyatakan uang itu diperhitungkan dengan fee yang akan diberikan setelah proyek PLTU MT RIAU-1 berhasil, namun terdakwa menolak dengan megnatakan 'saat ini cashflow lagi seret'," ungkap jaksa.

Pada 5 Juni 2018 Eni lalu mengajak Idrus Marham menemui Kotjo di kantornya dimana Idrus meminta Kotjo memenuhi permintaan Eni dengan mengatakan "tolong adik saya ini dibantu...buat pilkada".

Pada 8 Juni 2018, Eni kembali meminta Idrus menghubungi Kotjo. Idrus pun menghubungi Ktojo melalui WA dengan kalkmat "Maaf bang, dinda butuh bantuan untuk kemenangan Bang, sangat berharga bantuan Bang Koco..Tks"

 "Setelah mendapat pesan WA tersebut, terdakwa lalu memberikan uang sejumlah Rp250 juta kepada Eni mallaui Tahta Maharaya di kantor terdakwa," tambah jaksa.

Pemberian uang ke Eni kembali dilakukan pada 13 Juli 2018 sejumlah Rp500 juta melalui Audrey Ratna Justianty. Sesaat setelah Audrey menyerhakan uang itu kepada Tahta, petugas KPK mengamankan Kotjo, Eni Maulani, Tahta dan Audrey. 

Baca juga: Eni Saragih kembalkan Rp500 juta ke KPK

Uang senilai total Rp4,75 miliar itu diberikan dengan tujuan adalah agar Eni membantu Kotjo untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.

Atas perbuatannya, Kotjo disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Terhadap dakwaan itu, Kotjo tidak mengajukan keberatan (eksepsi).


Baca juga: Setnov dijanjikan dapat "fee" dari proyek PLTU Riau-1
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018