Bogor (ANTARA News) - Kebijakan negara Eropa, Amerika Serikat (AS), dan kini juga diikuti oleh Jepang yang mewajibkan persyaratan sertifikat ekolabel untuk setiap kayu atau produk kayu yang digunakan di negara itu, termasuk kayu impor, meniscayakan bahwa produk asal hutan Indonesia juga harus memenuhi persyaratan tersebut. Karena itu, unit manajemen HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang punya itikad baik untuk mengikuti proses sertifikasi ekolabel perlu terus didorong dan dipromosikan, sehingga terjadi keseimbangan persepsi dan informasi bahwa ada yang "berkelakuan baik", dalam arti sesuai dengan standar pengelolaan hutan yang lestari. Demikian benang-merah yang dirangkum ANTARA News di Bogor, Kamis, melalui wawancara dengan Daru Asycarya dan Asep Sugih Suntana, dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), sehubungan dengan hasil kunjungan LEI dan wartawan dalam maupun luar negeri ke perbatasan Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Barat (Kalbar) pada 24-27 Agustus 2007, di Camp Sari Bumi Kusuma (SBK). Sejumlah wartawan dalam dan luar negeri, selama empat hari menelusuri jalan darat sepanjang 550 Km dari Pontianak (Kalbar) menuju Nanga Pinoh selama 11 jam, dan melanjutkan perjalanan melalui jalur sungai Melawi selama empat jam untuk sampai di Camp Nanga Nuak, dan kemudian menuju Blok Seruyan dan di Katingan, Kalteng. "Bagi unit manajemen HPH yang sudah mendapat sertifikat ekolabel, itu akan memperkuat posisi HPH, baik di pasar dalam negeri maupun pasar internasional," kata Daru Asycarya, yang juga Manajer Pengembangan Kapasitas LEI. Dengan sertifikat ekolabel, kata dia, maka posisi "baik" dari unit manajemen HPH itu tidak disampaikan secara subyektif oleh dirinya sendiri, namun juga dari pihak luar, dan hal itulah yang terus didorong LEI. "Saya kira ini tidak hanya dilakukan satu HPH saja, seperti SBK, mungkin HPH lain juga perlu dipromosikan semacam ini," katanya. Ia mengemukakan, sebenarnya LEI sebagai lembaga independen yang mengembangkan sistem sertifikasi hutan lestari, semangat utamanya adalah ingin agar sistem yang dibangun bersama-sama pemangku-kepentingan yang ada di Indonesia bisa bermanfaat, tidak hanya sekedar di lingkup unit manajemen, dalam hal ini HPH, tetapi juga manfaat terhadap pasar. Karena itu, kunjungan ke SBK, sebagai salah satu HPH atau unit manajemen yang telah mendapat sertifikat ekolabel, adalah ingin mempromosikan unit manajemen yang "berkelakuan baik", dalam arti sesuai dengan standar pengelolaan hutan yang lestari dimaksud. "Karena jarang di Indonesia (HPH) yang memiliki karakter seperti ini, dan kita harus memberikan penghargaan kepada unit manajemen atau HPH yang memiliki semangat yang tinggi untuk mengelola hutan secara lestari," katanya. Dengan melihat langsung pengelolaan di lapangan, kata dia, publik bisa membaca dan mengerti bahwa ternyata ada juga unit manajemen atau HPH yang baik.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007