Jakarta (ANTARA News) - Tiga hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan diganti karena memasuki usia pensiun, kata Ketua MK Jimly Asshiddiqie di sela temu wicara antara MK dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Jakarta, Jumat. Ketiga hakim konstitusi itu adalah Achmad Roestandi (lahir 1 Maret 1941), Mohammad Laica Marzuki (lahir 5 Mei 1941), dan Soedarsono (lahir 5 Juni 1941). Ketiganya akan memasuki usia pensiun pada 2008. Pasal 23 ayat (1) huruf a UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat apabila telah berusia 67 tahun. Untuk itu, pada September 2007, Jimly akan mengirim surat kepada Mahkamah Agung (MA) dan DPR tentang penggantian ketiga hakim konstitusi itu. Surat ditujukan kepada kedua lembaga negara tersebut karena Laica dan Soedarsono adalah hakim konstitusi usulan MA, sedangkan Roestandi adalah usulan DPR. "Surat juga akan dikirimkan ke Presiden," katanya. Surat yang ditujukan kepada presiden adalah untuk keperluan pembuatan Keputusan Presiden tentang pengangkatan hakim konstisi yang baru. Hingga saat ini, MK memiliki sembilan hakim, sesuai amanat UU Mahkamah Konstitusi. Kesembilan hakim itu adalah Jimly Asshiddiqie, Mohammad Laica Marzuki, Abdul Mukthie Fadjar, Achmad Roestandi, HAS Natabaya, Harjono, I Dewa Gede Palguna, Maruarar Siahaan, dan Soedarsono. Sesuai amanat UU Mahkamah Konstitusi, hakim konstitusi diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden. Pengangangkatan hakim konstitusi ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Masa jabatan hakim konstitusi adalah lima tahun dan dapat dipilih lagi untuk satu kali masa jabatan. Selain dapat diberhentikan secara hormat karena memasuki masa pensiun, hakim konstitusi dapat diberhentikan secara tidak hormat antara lain karena melakukan perbuatan tercela, dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, tidak menghadiri persidangan yang menjadi tugas dan kewajibannya selama lima kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, dan melanggar sumpah atau janji jabatan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007