Jakarta (ANTARA News) - Tingkat kehilangan hasil panen padi di Indonesia saat ini dinilai masih tinggi yakni mencapai 20,4 persen atau sebesar 11 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) per tahun, kata Direktur Utama Perusahaan Umum (Dirut Perum) Bulog, Mustafa Abubakar. Di Bogor, Sabtu, ia menyatakan bahwa kehilangan gabah terbesar berasal dari panen dan perontokan padi yang mencapai 14 persen. "Panen terbuka yang dilakukan masin-masing individu dan memakai sabit itu telah menyebabkan angka kehilangan hasil yang tinggi," kata Mustafa dalam orasi ilmiahnya di Institut Pertanian Bogor. Selain itu, menurut dia, cara perontokan dibantin dan diinjak-injak juga menjadi unsur utama kehilangan hasil. Padahal, perontokan gabah menggunakan power tresher mampu mengatasi kehilangan hasil dan telah lama diperkenalkan di tanah air, namun baru sedikit petani maupun pedagang padi yang memanfaatkannya. "Diperkirakan baru 20 persen dari luas areal panen yang menggunakan alat tersebut," katanya. Mustafa mengatakan, negara Asia Timur dan negara eksportir beras utama seperti Thailand, Vietnam dan China telah sukses menekan angka kehilangan hasil dan meningkatkan efisiensi melalui alat perontok mekanik digabung dengan alat panen. Indonesia, tambahnya, masih jauh tertinggal dibanding ketiga negara tersebut, padahal jika tingkat kehilangan hasil mampu ditekan dua persen per tahun maka ketersediaan beras untuk konsumsi akan bertambah sekitar 0,6 juta ton. Sementara itu menyinggun penggunaan teknologi dryer dalam proses pasca panen, Dirut Bulog mengatakan, baru sekitar 10 persen gabah dikeringkan dengan teknologi tersebut. Pada umumnya, lanjutnya, penggilingan masih melakukan pengeringan padi di pinggir jalan atau menggunakan lantai jemur akibatnya memperburuk kualitas beras dan randemen giling sehingga harga beras juga rendah. Dikatakanya, produsi beras nasional ditentukan besaran rendemen giling, yang mana saat ini tingkat rendemen giling 63,2 persen. "Apabila rendemen giling bisa ditingkatkan satu persen maka diperoleh ketersediaan beras sekitar 0,5 juta ton," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007