Temanggung (ANTARA News) - Kesenian ketoprak saat ini telah mati suri karena ditinggalkan para generasi muda, kata Kepala Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Temanggung, Budiarto. "Kesenian ketoprak telah mati suri, hidup tidak mati pun tidak karena tidak diminati penonton," katanya pada sarasehan seni ketoprak se-Kabupaten Temanggung di Temanggung, Minggu. Ia berharap, dengan kegiatan sarasehan ini dapat menjadi titik awal pengembangan ketoprak di Kabupaten Temanggung. "Jangan hanya melestarikan kesenian tersebut, tetapi harus bisa mengembangkannya," katanya. Menurut dia, kalau hanya melestarikan di Temanggung tercatat ada 15 grup ketoprak, namun mereka tidak bisa berkembang. Generasi muda kurang senang terhadap ketoprak, katanya, padahal kesenian ini sama saja dengan seni drama dan film. "Ketidaksenangan kawula muda mungkin karena ketoprak menoton dan terlalu panjang dialognya," katanya. Para seniman, kata dia, harus bisa mengembangkan dan menarik penonton dengan memunculkan suatu "icon" tertentu. "Perlu dicontoh munculnya ketoprak humor dengan icon lawakannya," katanya. Agar ketoprak berkembang dan diminati para penonton, katanya, perlu dilakukan peningkatan artistik akting, pembenahan manajemen grup ketoprak, meningkatkan kerja sama sesama grup, dan perlu stimulan dari pemerintah. Untuk membantu pengembangan ketoprak, katanya, Dinas Perhubungan dan Pariwisata akan memfasilitasi panggung pergelaran di Taman Kartini. "Selain itu, kita akan mencari formula yang tepat untuk membina dan membimbing para seniman ketoprak," katanya. Sementara itu, Sunyoto dari Dewan Kesenian Temanggung mengatakan, kesenianh ketoprak kurang diminati penonton karena kesusasteraan bahasa Jawa telah kehilangan satu generasi. Menurut dia, banyak orang tua tidak menggunakan bahasa ibu, yakni bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari di dalam keluarga. Untuk itu, katanya, banyak kawula muda yang tidak bisa memahami bahasa dalam ketoprak. Ia menyarankan agar penggunaan bahasa ketoprak tidak perlu menggunakan bahasa kromo inggil, tetapi bahasa Jawa yang bisa dipahami oleh anak-anak, yang penting tetap mengedepankan sopan santun dalam berbicara. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007