Semarang (ANTARA News) - Penentuan jatuhnya Hari Raya Idul Fitri tahun 2007 berpotensi untuk menimbulkan perbedaan di antara umat Islam di Tanah Air. Perbedaan itu wajar karena penggunaan metodenya juga berbeda, ada yang menggunakan metode rukyah dan hisab, kata Prof. Dr. Hj. Ismawati, M.Ag, Ketua Pimpinan Wilayah Muslimat Nahdlatul Ulama Jawa Tengah, di Semarang, Senin. Sementara itu, salah satu Ketua Pengurus Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Dr. Din Syamsudin, di Surakarta, Minggu, menyatakan potensi perbedaan tersebut bisa terjadi, karena masing-masing organisasi massa (ormas) Islam mempunyai pendapat dan alasan yang sama kuat. "Nanti akan kita adakan pertemuan yang dihadiri oleh para ulama dan tokoh-tokoh Islam dari berbagai negara, termasuk Indonesia, untuk membahas penyatuan kalender Islam," kata Din yang ditemui usai memberikan sambutan pada acara "Mengenang Perjalanan 35 Tahun MTA" di Taman Budaya Surakarta (TBS), Solo. Pertemuan tersebut, katanya, bertujuan untuk lebih mendekatkan berbagai paham dan pemikiran di antara mereka sehingga bisa menemukan metodologi yang tepat dalam penentuan kalender Islam selanjutnya. "Di Indonesia, potensi perbedaan jatuhnya bulan Syawal bisa sering terjadi. Karena itu, mudah-mudahan perbedaan Ramadan dan Idul Fitri kali ini tidak terjadi lagi," katanya. Namun, ia menyatakan jika sudah dilakukan pertemuan dan ternyata penyatuan kalender tersebut masih gagal, maka nanti akan diulang lagi untuk yang kedua dan ketiga kalinya. "Apabila berbagai cara untuk menyatukan kalender ini belum berhasil, marilah kita sebagai umat Islam saling bertasamuh, jangan dibesar-besarkan. Karena ini merupakan masalah khilafiah yang tentunya membutuhkan penyelesaian yang terus-menerus," kata Din Syamsuddin. (*)

Copyright © ANTARA 2007