Medan (ANTARA News) - Pimpinan Pusat (PP) Muhammdiyah meminta pemberlakuan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) dan Peraturan Presiden (Perpres) 77 tahun 2007 direvisi. Isi kedua produk hukum tersebut itu bukan saja menjadikan pendidikan sebagai suatu komoditas yang mahal melainkan juga telah meliberalkannya dan membuka penanaman modal asing, ujar Wakil Ketua Diktilitbang PP Muhammadiyah, Prof Dr Edy Suandi Hamid, pada kata sambutannya dalam pengukuhan mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), di Medan, Senin. Dia mengatakan, jika RUU BHP dan Perpres itu diberlakukan maka pendidikan menjadi suatu bidang usaha jasa atau sama dengan bidang usaha jasa lainnya yang mengedepankan pelayanan dan berorientasi pada keuntungan besar. Akibatnya biaya pendidikan semakin tinggi dan pemerintah lepas tangan karena selama ini memberikan subsidi yang besar kepada 2.784 perguruan tinggi dan 82 diantaranya merupakan adalah perguruan tinggi negeri. Dengan kondisi dewasa ini saja duduk dibangku kuliah masih merupakan barang mewah karena banyak pemuda Indonesia yang terkendala kuliah karena persoalan tidak tamat SLTA, tidak lulus ujian masuk dan yang paling banyak mengeluhkan biaya. Dari 55 juta anak didik Indonesia hanya empat juta orang saja yang bisa mengenyam bangku perguruan tinggi, katanya. Menurut dia, dengan meliberalkan pendidikan pemodal asing bisa "menjual" ideologinya, nilai-nilai yang dianutnya dengan alasan standar moral melalui pengajaran dan bertentangan dengan nilai yang dianut bangsa ini, kata Hamih yang juga menjabat sebagai rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Sementara itu sekitar 3.100 orang mahasiswa baru dikukuhkan menjadi mahasiswa baru dikampus UMSU itu berasal dari dalam dan luar Sumatera Utara. Rektor UMSU, Bahdin Nur Tanjung, mengatakan, ribuan mahasiswa baru itu menuntut ilmu di tujuh fakultas yang dimiliki UMSU dengan program S1 dan Diploma. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007