Surabaya (ANTARA News) - Pemerintah Malaysia menjanjikan akan memberikan Surat Tanda Pengenal bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pasca kaburnya TKI asal Brebes, Jawa Tengah (Jateng), yakni Ceriyati dari kondominium lantai 15 di Kuala Lumpur, Malaysia. "Pasca-kaburnya Ceriyati pada Juni 2007, pemerintah Malaysia mengadakan pertemuan tertutup di Surabaya," kata Kepala IOM (International Organization for Migration) Surabaya, Ummu A. Mukarnawati, di Surabaya, Senin. Ia mengemukakan hal itu dalam seminar nasional "Implementasi UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang" dalam rangka HUT ke-12 Pusat Studi HAM (PusHAM) Universitas Surabaya (Ubaya). Menurut dia, pertemuan tertutup itu menghasilkan kesepakatan bahwa pemerintah Malaysia akan memberikan Surat Tanda Pengenal kepada TKI. "Tapi, Surat Tanda Pengenal semacam KTP (kartu tanda penduduk) yang disepakati itu sampai saat ini belum terealisir, padahal mereka menjanjikan hal itu karena TKI tidak diperbolehkan membawa paspor," katanya. Larangan TKI membawa paspor itu, katanya, dimaksudkan menyelamatkan warga Malaysia sebagai majikan dari penipuan tenaga kerja yang pindah bekerja ke tempat lain. "Alasan itu dapat diterima pemerintah Indonesia, tapi pemerintah Indonesia meminta Malaysia memberikan Surat Tanda Pengenal agar TKI yang sedang jalan-jalan tidak ditangkap polisi karena dianggap ilegal tanpa paspor," katanya. Namun, katanya, kesepakatan yang terumuskan sejak Juni 2007 itu hingga kini belum ada buktinya, sehingga pihaknya mengharapkan pemerintah Indonesia untuk menagih janji dari Malaysia tersebut. Menurut dia, Surat Tanda Pengenal bagi TKI itu sangat penting, karena TKI yang berangkat secara legal juga dapat ditangkap Polisi Diraja Malaysia akibat paspor yang dipegang majikan. "Tapi, pemerintah juga tetap harus melakukan kontrol terhadap TKI ilegal melalui pengetatan data di kelurahan, Imigrasi, Disnaker, dan kepolisian," katanya. Tanpa kontrol yang ketat, katanya, TKI ilegal akan tetap berlangsung, apalagi ada dua "pintu tikus" di Kalimantan dan Kepulauan Riau (Kepri). "Di Kepri ada 2.500 pelabuhan tikus untuk menjadi TKI ilegal ke Malaysia. Ribuan pelabuhan tikus itu merupakan tempat nelayan mendarat. Mereka yang biasa mengangkut ikan dapat menggantikannya dengan manusia," katanya. Oleh karena itu, pihaknya berharap Polisi Perairan Kepri dapat melakukan pemeriksaan perahu nelayan yang sering disalahgunakan. "Tapi, hal itu harus disinergikan dengan Kalimantan, sebab jalan-jalan tikus di Kalimantan yang ketat akhirnya disiasati dengan pelabuhan tikus di Kepri. Sebaliknya, kalau Kepri cukup ketat, maka jalur di Kalimantan akan dipakai," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007