Jakarta (ANTARA News) - Program revitalisasi dan pembangunan pabrik gula (PG) baru diperkirakan membutuhkan dana mencapai Rp9,7 triliun yang membutuhkan bantuan perbankan di dalam negeri. "Revitalisasi PG membutuhkan penanganan `on farm` dan `off farm`," kata Menperin Fahmi Idris pada raker dengan Komisi VI DPR-RI di Jakarta, Selasa. Ia memperkirakan untuk program revitalisasi dan pembangunan PG baru mencapai Rp9,7 triliun yang terdiri dari rehabilitasi dan perluasan tanaman sebesar Rp967,2 miliar, dan rehabilitasi dan peningkatan pabrik Rp4,2 triliun. Selain itu, kata dia, pembangunan tiga PG baru -- berdasarkan hasil rapat di kantor Wapres pada 22 Agustus 2007 -- membutuhkan dana sebesar sebesar Rp4,5 triliun. Fahmi menjelaskan sejauh ini Deptan sudah melakukan program akselerasi peningkatan produksivitas gula nasional 2004-2009 melalui bongkar ratoon, penyediaan bibit unggul tebu, dan lain-lain untuk mencapai tujuan peningkatan produksi gula sebesar satu juta ton. Sedangkan untuk revitalisasi PG maupun pembangunan PG baru, kata Fahmi, pemerintah akan melibatkan BUMN yang bergerak di bidang peralatan dan rekayasa enginering yaitu PT Barata Indonesia, PT Rekayasa Industri (rekin), dan PT Boma Bisma Indra. "Ketiga BUMN tersebut telah mampu melakukan Engineering Procurement and Construction (EPC)," katanya. PG Baru yang disebut sebagai PG Merah Putih yang akan dibangun dengan kekuatan bangsa sendiri tersebut akan difasilitasi oleh sindikasi bank nasional yang dikoordinir oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI). Untuk itu, Fahmi menilai perlu ada payung hukum untuk mewujudkan pembangunan PG Merah Putih yang wajib dilakukan industri di dalam negeri dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri tertentu. "Berdasarkan perhitungan terakhir PT Barata Indonesia, TKDN untuk barang pendukung pembangunan PG Merah Putih mencapai sekitar 71,65 persen, sedangkan produk jasanya mencapai 95,44 persen, sehingga rata-rata total TKDN PG Merah Putih bisa mencapai 74,59 persen," kata Fahmi. Ia juga mengatakan pembangunan PG baru harus terintegrasi dengan perkebunan tebu dengan persyaratan minimal untuk kebutuhan bahan baku sebesar 60 persen dari kapasitas pabrik. Sedangkan, sisanya dapat diperoleh melalui kemitraan dengan sumber bahan baku lainnya di dalam negeri, misalnya petani, maupun pabrik gula mentah, dan PG lainnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007