Jakarta (ANTARA News) - Perhimpunan Negara Asia Tenggara (ASEAN) berminat menyontoh pola pendidikan petani seperti pada Sekolah Lapang Iklim (SLI) yang dikembangkan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Keterangan itu disampaikan oleh Prof. Mezak A. Ratag, Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), dalam sesi pelatihan meteorologi, klimatologi, dan geofisika untuk jurnalis, di Jakarta, Rabu. "Juli lalu delegasi dari badan meteorologi berbagai negara ASEAN berkunjung ke Indramayu untuk melihat praktek SLI di Indramayu," kata Mezak menjelaskan. "Mereka sangat tertarik untuk mengembangkan SLI menjadi pola pendidikan petani tentang informasi iklim di negara mereka masing-masing," katanya. Masih menurut Mezak, saat ini produksi padi Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN. Di Filipina rata-rata produksinya 4-5 ton per hektar, sedangkan di Indramayu, Indonesia bisa menghasilkan delapan ton per hektar. "Ini sangat menarik, karena negara-negara ASEAN sangat berminat untuk meniru pola SLI dalam upaya meningkatkan produksi padi," kata dia. SLI adalah model pendidikan non-formal bagi petani di pedesaan dengan modul iklim, waktu pemantauan dengan mengikuti pola BMG yaitu 10 hari-an (dasarian). SLI diadopsi dari Sekolah Lapang Pengendali Hama Terpadu (SLPHT) yang telah lama dikembangkan oleh Departemen Pertanian (Deptan). Pola pendidikan ini mulai dikembangkan di Indramayu, salah satu "lumbung pangan" Indonesia, sejak 2002. "Kami merasakan bahasa Informasi Prakiraan Iklim (IPI) sangat sulit dipahami oleh petugas penyuluh dan petani, sehingga tidak dapat dipakai sepenuhnya sebagai bahan pertimbangan petani," kata Kusnomo Tamkani, Asisten II Administrasi Pemerintah Kabupaten Indramayu. Sebelum ada SLI, katanya, para petani tidak punya rencana tanam yang didasari oleh prakiraan iklim yang memadai, "Mereka lebih sibuk memikirkan mencari pinjaman, dan kemana dapat membeli bibit." "Tanpa perencanaan yang diperkuat informasi iklim, para petani mengalami kerugian sangat besar akibat gagal panen. Kerugian ini bisa berlangsung bertahun-tahun, bahkan mereka bisa sampai menjual tanahnya untuk membayar hutang," katanya. Petani Indramayu dilatih untuk bisa secara mandiri memahami IPI agar bisa menyiasati perilaku iklim untuk keperluan usaha tani. "SLI masih di tahap dasar, modul masih sangat dasar dan harus dikembangkan terus," kata Kusnomo yang mengaku memulai SLI dengan modal nekad. (*)

Copyright © ANTARA 2007