Depok (ANTARA News) - Jajanan anak yang biasa dijual di sekolah-sekolah dasar di Depok, Jawa Barat, sebagian besar mengandung bahan makanan yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Dari hasil penelitian Dinas Kesehatan Kota Depok yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), di 60 SD yang ada di enam kecamatan di Kota Depok, ditemukan jajanan anak yang mengandung zat racun berbahaya. Misalnya, jajanan tahu mengandung formulin 42,10 persen, bakso mengandung borak 88,90 persen, es teh mengandung siklamat (pemanis buatan) 40 persen, mie mengandung zat pewarna sebesar 14,30 persen, dan gulali mengandung Rhodamin (zat pewarna) sebanyak 60 persen. Kepala Bidang Farmasi dan Makanan Dinas Kesehatan Kota Depok, Ani Rubiani, di Depok, Rabu mengatakan pihaknya akan melakukan pembinaan kepada para pedagang dan memberikan sosialisasi kepada masyarakat, tentang kandungan makanan yang berbahaya tersebut. Bahan-bahan berbahaya tersebut, lanjut Ani Rubiani, misalnya boraks dalam mie bakso dapat menimbulkan penimbunan dalam otak, hati dan jaringan lemak. Ia mengatakan ciri-ciri makanan yang diberi boraks, makanan tersebut menjadi kenyal sekali. Untuk tahu yang mengandung formalin tidak rusak sampai tiga hari, sedangkan mie basah tidak rusak sampai 2 hari. Lebih lanjut Ani mengatakan, dampak mengkonsumsi bahan makanan berbahaya tersebut tidak langsung dirasakan tapi memerlukan waktu 2 sampai 5 tahun kemudian, baru dirasakan adanya keluhan berbagai macam penyakit. "Setelah 2-5 tahun kemudian baru dapat dirasakan pengaruh bahan makanan berbahaya tersebut," jelasnya. Ia menghimbau kepada orang tua murid dan para guru memberikan pengertian kepada anak-anak untuk tidak jajan sembarangan, karena banyaknya makanan yang mengandung zat berbahaya. Sementara itu Kepala Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB, Rizal Syarief mengatakan untuk mengambil tindakan kepada para pedagang yang menjajakan dagangan mengandung bahan berbahaya sangat sulit. "Perlu sosialisasi dan pembinaan yang terus menerus, karena sebagian besar pedagang merupakan masyarakat yang tidak mampu," ujarnya. Membatasi pemakaian zat pewarna dengan mempersulit pembeliannya juga dirasakan sulit, karena zat pewarna tersebut sangat mudah diperoleh di pasaran. "Untuk melarangnya diperlukan aturan baru," katanya. Solusinya, kata Rizal, adalah dengan memberikan stiker kepada para pedagang bahwa barang dagangannya telah bebas dari kandung zat berbahaya. Sedangkan sejumlah pedagang yang ditemui mengatakan tidak tahu kalau bahan yang dicampurkan dalam dagangannya berbahaya. "Saya tidak tahu kalau bahan borak berbahaya bagi kesehatan," kata Agung yang biasa mangkal di SD Depok Jaya 3, Depok. "Selama ini aman-aman saja tidak ada yang protes dengan barang dagangan saya," jelasnya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007