Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengaku menyetujui penunjukan langsung akuntan untuk program audit investigasi penempatan Tenaga Kerja Asing (TKA) ketika ia menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) periode 2004-2005. Usai dimintai keterangan selama tiga jam di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu, Fahmi mengatakan penunjukan langsung itu dilakukan karena program tersebut sangat mendesak dan bertujuan menyelamatkan keuangan negara. "Apanya yang salah? Penunjukan langsung itu benar adanya dan valid ada dasarnya, yaitu Keppres No 80 Tahun 2003, karena ini mendesak dan untuk menyelamatkan keuangan negara," jelasnya. Fahmi mengatakan, audit investigasi itu dilakukan karena adanya surat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilayangkan kepada Menakertrans sebelum dia, Jacob Nuawea. "Surat itu menyebutkan negara mengalami kerugian sebesar Rp162 miliar. Berdasarkan surat itulah dilakukan audit investigasi," ujarnya. Audit itu, lanjut dia, dilakukan oleh akuntan yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan di setiap daerah yang disinyalir oleh Depnakertrans tidak menyetorkan dana hasil penempatan TKA di daerah mereka masing-masing. Padahal, dana itu merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus disetorkan Depnakertrans ke Departemen Keuangan. Fahmi mengklaim, program audit investigasi itu berjalan baik karena daerah yang tidak menyetorkan akhirnya menyerahkan dana hasil penempatan itu kepada Depnakertrans. "Buktinya daerah-daerah itu nyetor. Kalau tidak ada audit, mana mau mereka nyetor," ujarnya. Fahmi mengatakan, penunjukan langsung itu atas usulan Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan (PPK) Depnakertrans saat itu, MSM Manihuruk. Sebagai Menteri, Fahmi mengatakan, ia hanya memberikan prosedur dan kemudian menyetujui usulan penunjukan langsung tersebut. Oleh penyidik KPK, Fahmi mengaku tidak ditanya soal penyelewengan yang kemudian terjadi dalam pelaksanaan program audit investigasi tersebut. Pada 3 Agustus 2007, KPK telah menahan MSM Manihuruk. Manihuruk adalah penanggungjawab pekerjaan audit TKA. Dari hasil penyidikan KPK, Manuhuruk dalam pengadaan jasa tersebut telah memerintahkan membuat dokumen formalitas sehingga kegiatan jasa audit itu seolah telah dilakukan oleh panitia pengadaan. Padahal pekerjaan yang dialokasikan dalam anggaran senilai Rp9,27 miliar itu belum dilaksanakan. Program pelaksanaan investigasi itu dianggarkan pada 2004 pada masa jabatan Menakertrans Jacob Nuawea dan dibayarkan kepada pihak ketiga, Johan Barus. Namun, program itu sebenarnya baru dilaksanakan pada Januari hingga April 2005, saat Menakertrans dijabat oleh Fahmi Idris. Atas perintah Manihuruk, uang pembayaran yang diterima pelaksana pekerjaan sebagian didistribusikan kembali kepada dirinya. Dalam program investigasi itu diduga terjadi penggelembungan sehingga terjadi kerugian negara senilai Rp6,57 miliar. Manuhuruk dijerat dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU No 31 Tahun 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam kasus yang sama, KPK juga telah menahan Kasubid Bina Tata Laksana dan Informasi Pengawasan Ketenagakerjaan, Suseno Tjipto Mantoro.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007