Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengatakan ada empat cara pandang kebangsaan yakni pluralisme, inklusivisme, universalisme, dan indentitas konstitusional.

"Itu disepakati bersama dalam kerangka organisasi negara dan bangsa," kata Jimly Seminar Kebangsaan 'Perkokoh Persatuan Bangsa dan Kerukunan Hidup Beragama dengan Menghormati Kebhinekaan' yang diselenggarakan oleh Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), di Kelenteng Kong Miao, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Sabtu.

Dalam keterangan tertulisnya dia mengatakan nomor satu adalah kenyataan bahwa Indonesia ini sangat plural. Pluralnya Indonesia di atas pluralitas semua bangsa di dunia.

Pluralitas itu ditambah lagi kenyataan dengan mempunyai 17 ribu pulau dan penduduknya sangat padat, nomor empat di seluruh dunia. 

"Pluralisme itu suatu realitas yang kita miliki dan itulah kekuatan. Jangan dilihat jadi masalah, jadi tidak usah dilihat dari segi negatifnya karena itu kekuatan," kata Jimly.

Kedua adalah soal inklusivisme. Jadi tantangan yang kedua adalah bagaimana k inklusif bergaulnya jangan eksklusif. Cross-cultural itu secara bersengaja kita harus bangun. 

"Harusnya di daerah-daerah pemukiman ada inklusivisme, campur. Itu yang terjadi di Amerika. Kita ini sendiri-sendiri, maka persepsi tentang kebenaran itu sendiri-sendiri. Maka harus ada langkah pambauran, penting sekali. Negara harus punya kebijakan untuk pembauran itu dengan sengaja," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.

Inklusivisme ini kunci kemajuan peradaban masa depan. Jadi salah satu ciri bangsa berhasil kalau bangsa itu mengorganisasikan diri, sinergi dalam organisasi secara inklusif, katanya.

Sedangkan ketiga yakni universalisme yang beda dengan internasionalisme dan globalisasisme. 

"Kalau globalisasi itu dari luar negeri.  Kalau internasionalisme antar negara. Sedangkan universalisme ialah kita akan menemukan nilai-nilai universal yang sama antar umat manusia, itu bisa datang dari luar, bisa datang dari kampung halaman sendiri," kata Jimly.

Artinya, dalam hidup ini pasti banyak perbedaan, tapi kalau di dalam ada persamaan, persamaan itulah yang menyatukan.

Dia menyerukan agar jangan terlalu terpaku pada perbedaan, urusan perbedaan.  Namun yang harus dilakukan adalah bagaimana inklusif dan universal, itu yang mempersatukan dan membuat bersinergi.

"Kita harus kerjasama. Sekarang jamannya bukan lagi bersaing menang kalah, sekarang ini jamannya sinergi, harus bekerjasama supaya sama-sama menang. Jadi universal values, nilai-nilai universal ada di semua agama," kata Jimly.

Terakhir adalah identitas konstitusional, dimana harus bersepakatan dengan mempunyai identitas.

"Jadi jangan pula kita hanya universal-universal tapi nggak punya identitas, nggak punya ciri khas. Kita punya yang namanya constitution identity. Diantaranya nilai-nilai universal yang kita sepakati jadi indentitas, pembeda kita dari bangsa yang lain yaitu Pancasila," kata Jimly.

Pewarta: Susylo Asmalyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018