Filosofi desain terpusat pada estetika wabisabi. Sebagian besar daerah ditinggalkan dengan kekasaran dan kesederhanaan materi untuk menghargai ketidaksempurnaannya. Semua tenda memiliki teras pedesaan dengan pemandangan yang menakjubkan pasir putih d
Jakarta, (ANTARA News)  - Setidaknya 6 hektar lahan dikembangkan sebagai lokasi Eco Beach Tent di salah satu bagian yang dikenal paling indah di pantai Belitung, Tanjung Kelayang, yang diharapkan menjadi destinasi wisata kelas dunia.

General Manager Eco Beach Tent, Ria Indra, ketika dihubungi di Jakarta, Selasa, mengatakan beberapa unit Eco Beach Tent sudah mulai dioperasikan sejak "soft launching" pada Mei 2018.

"Peminatnya sebagian besar wisatawan mancanegara, ada yang dari Italia, Prancis, Belanda, Jerman, dan Singapura. Rata-rata mereka menginap 3 hari dua malam bahkan ada yang sampai empat malam," kata Ria.

Eco Beach Tent by Billiton menawarkan pengalaman yang tidak biasa untuk wisatawan dengan salah satunya menginap di sebuah tenda di kawasan yang sangat alami, namun dengan fasilitas seperti hotel berbintang.

Ria menjelaskan, pihaknya mengusung konsep "glamourious camp" (Glamp Camp) dimana tenda-tenda di Eco Beach Tent dirancang, dibuat, dan dikerjakan dengan baik oleh tukang kayu lokal dengan memanfaatkan elemen alam seperti nipah sawit atau daun kelapa dan dolken log. 

"Filosofi desain terpusat pada estetika wabisabi. Sebagian besar daerah ditinggalkan dengan kekasaran dan kesederhanaan materi untuk menghargai ketidaksempurnaannya. Semua tenda memiliki teras pedesaan dengan pemandangan yang menakjubkan pasir putih dan lautan biru," katanya.

Ria menambahkan Eco Beach Tent dikembangkan dengan mempertimbangkan masa depan dengan meminimalkan dampak lingkungan. 

Konsep keberlanjutan dan sadar lingkungan menjadi prinsip utama dari pengembangan Eco Beach Tent.

Saat ini baru beberapa tenda yang telah berdiri dan ditawarkan kepada wisatawan, ke depan ditargetkan ada 30 tenda dengan konsep yang sama bertagline "Reconnect With Nature".

Salah satu yang menarik dari fasilitas glamcamp ini yakni serabut sabut kelapa atau sabut kelapa dari pasar dikumpulkan sebagai alternatif untuk gas atau listrik untuk memanaskan air. 

Selain itu, tersedia menu "catch-of-the-day" dalam pengalaman makan lokal otentik yang dipanen dengan metode memancing tradisional menggunakan perangkap ikan tradisional. 

"Kami juga mengganti sedotan plastik sekali pakai dengan sedotan bambu alami, yang tahan lama, indah, dan dipotong dari alam," katanya.

Pihaknya pun mengembangkan program konservasi penyu laut di Pulau Kepayang. 

"Ini sebuah destinasi yang harus dikunjungi di mana telur-telur penyu disimpan dan diinkubasi sampai akhirnya dilepaskan ke laut," katanya.

Menyambut hal itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan konsep-konsep "nomadic tourism" sangat cocok untuk diterapkan dalam pengembangan pariwisata di Belitung, Kepulauan Bangka Belitung. 

"Dengan karakteristik Belitung yang terdiri dari banyak pulau, konsep 'nomadic tourism' akan menjadi solusi dalam hal amenitas," katanya. 

Apalagi kata dia, di Belitung ini ada lebih dari 100 pulau, sehingga untuk membangun amenitas dengan bangunan yang permanen akan membutuhkan waktu yang relatif lama.
Nomadic tourism adalah segala aktivitas atau bisnis yang terkait gaya hidup dan budaya berpindah-pindah seperti menggunakan glamp camp, home pod, dan caravan sebagai fasilitas akomodasi.

"Selain itu pasar dari nomadic tourism ini juga besar. Untuk pasar domestik diperkirakan ada 21 juta orang dan untuk wisman (wisatawan mancanegara) total ada 30 juta yang menginginkan konsep 'nomadic tourism'. Jadi pasarnya besar," ujar Menpar Arief Yahya.  
***1***
T. H016

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018