Batam (ANTARA News) - Himpunan Pengusaha Eksportir Pasir Kepulauan Riau (Hipepari) meminta pemerintah pusat membuka kran ekspor pasir darat setelah lebih enam bulan pemerintah melarang ekspor pasir darat. "Kami meminta peraturan menteri tentang pelarangan ekspor pasir darat dievaluasi, karena aturan itu juga harus dievaluasi setiap enam bulan," kata Ketua Hipepari, Ficky Zulfikar Zaljuli, kepada ANTARA News di Batam, Kamis. Larangan ekspor pasir darat ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No 02/M-DAG/PER/1/2007 tentang larangan ekspor pasir darat, tanah dan top soil. Ficky mengatakan Hipepari akan bertemu dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan guna membahas ekspor pasir darat ke luar negeri. Menurut Ficky, ia mendapat dukungan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk membuka kembali kran ekspor pasir darat karena ekspor pasir menambah pendapatan asli daerah (PAD). Menurut Ficky, selain meningkatkan PAD, usaha tersebut menyerap lapangan kerja karena sejak pemerintah mengeluarkan larangan ekspor pasir darat, sedikitnya 3.000 orang pekerja kehilangan pekerjaan. "Ekspor pasir darat salah satu sumber PAD dan lapangan pekerjaan di Provinsi Kepri," katanya. Sementara itu, Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Johny Setiawan Mundung mengatakan, keinginan pengusaha maupun pemerintah membuka kran ekspor pasir darat berarti memberikan peluang baru terhadap kerusakan lingkungan. "Masyarakat Kepri harus berani menolak rencana pengusaha mau pun pemerintah yang berenca membuka kran ekspor pasir darat, sebab dampak penambangan tersebut banyak pulau-pulau yang terancam hilang, seperti Pulau Sebaik dan Cik Lim, termasuk kerusakan di Pulau Moro," katanya. Menurutnya, ekspor pasir darat hanya menguntungkan sekompok kecil orang, sementara manfaat bagi masyarakat tidak ada. Kalau hanya bicara tentang peluang kerja dan PAD tidak sebanding bila dibandingkan dengan kerusakan akibat penambangan tersebut. Rencana pemerintah membuka kembali kran ekspor pasir darat ke Singapura dan Malaysia mendapat tantangan dari pemerhati lingkungan, karena ekspor pasir darat selain menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat, juga terjadi kerusakan lingkungan secara besar-besaran. Penambangan pasir darat akan memperpanjang catatan kerusakan lingkungan, dan upaya pengusaha atau pun pemerintah memperbaiki lingkungan sangat kecil. Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kepulauan Riau, Eddy Wijaya mengatakan, pihaknya menerima keluhan dari para Bupati yang selama ini mengandalkan ekspor pasir darat sebagai penyumbang PAD terbesar yakni Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga dan Kabupaten Karimun.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007