Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) dalam rapat teknisnya selama dua hari merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera merevisi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Revisi tersebut, menurut Direktur Eksekutif APEKSI Sarimun Hadisaputra kepada pers di Jakarta, Jumat, untuk menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka peluang munculnya calon independen dalam pilkada. Selain itu, revisi tersebut juga untuk lebih memperjelas pengertian otonomi antara pemerintahan provinsi dan kabupaten kota. Revisi menyangkut keberadaan calon independen, menurut dia, harus segera dilakukan sehingga pada 2008 sudah bisa menjadi acuan hukum bagi daerah untuk menyelenggarakan pilkada. APEKSI sendiri tidak keberataan dengan keputusan MK tersebut, namun keputusan itu harus segera ditindaklanjuti dan dimasukkan ke UU Pemilu, tidak lagi di UU Pemda. Dalam rapat intern yang berakhir pada 6 September itu sempat mencuat beberapa persoalan menyangkut pilkada seperti pengalokasian anggaran, persiapan logistik dan keterkaitan pegawai Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan PNS. Permasalahan juga terjadi pada tahap pendataan pemilih yaitu sering ditemuinya KTP ganda dan juga orang yang sudah meninggal tapi masih masuk dalam daftar pemilih. Menurut Sarimun, untuk mencegah semua itu harus dilakukan pemutakhiran data dan yang paling strategis adalah mempercepat proses Single Identification Number (SIN) serta pemberian sanksi pidana bagi pemilih. APEKSI sendiri, lanjutnya, merekomendasikan semua permasalahan yang mengganjal dalam pilkada tersebut sebaiknya tidak diatur dalam UU Pemda. "Ini harus dialihkan ke UU Pemilu yang saat ini sedang digodok DPR," katanya. Sementara mengenai otonomi daerah, ia mengatakan, selama ini terjadi kerancuan administratif antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota. Salah satu contohnya adalah soal ketertiban umum yang seharusnya hanya berada di dinas kabupaten kota saja, dan tidak perlu ada di dinas provinsi. "Masalah ketertiban bersentuhan langsung dengan masyarakat, ada di domain kabupaten kota. Oleh karena itu masalah ini harusnya ditangani kabupaten kota dan bukan provinsi," katanya dan menambahkan peran provinsi sebatas pada pengawasan, pembinaan dan evaluasi. Namun Sarimun tidak setuju untuk melepas otonomi dari pemerintah provinsi. Idealnya, lanjutnya, pemerintah provinsi itu bersifat otonomi terbatas, dan otonomi penuh ada di kabupaten kota. "Karena kabupaten kota lah yang punya teritori, dan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat" kata Sarimun. Rapat intern APEKSI diikuti oleh sekitar 100 walikota, wakil walikota dan sekretaris daerah atau asistennya dari 60 kabupaten kota. Rapat itu untuk mencari masukan dari pelaksana langsung otonomi di daerah menyangkut UU Pemda. Hasil masukan tersebut rencananya akan didiskusikan lagi untuk kemudian disampaikan ke Depdagri dan juga Komisi II DPR sebagai bahan bagi revisi UU Pemda dan juga UU Pemilu. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007