Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mengharapkan selesainya 14 tahun perundingan tentang undang-undang dasar baru di Myanmar benar-benar bisa membawa negeri itu ke demokrasi. "Indonesia mengharapkan itu benar-benar bisa membawa Myanmar ke arah demokrasi, sesuai dengan peta jalan yang mereka tentukan sendiri," kata Jurubicara Departemen Luar Negeri Kristiarto Soeryo Legowo di Jakarta, Jumat. Menurut Kristiarto, pada pertemuan tingkat menteri luar negeri ASEAN di Manila, Juli lalu, disepakati komunike bersama yang menyebutkan bahwa secara positif telah ada rujukan tentang Myanmar, antara lain perkembangan rujuk bangsa dan isyarat damai ke arah demokrasi sebagaimana disebutkan dalam peta jalan menuju demokrasi. Namun, tambah dia, ASEAN juga menyampaikan keprihatikan atas kelambatan proses rujuk dan mengimbau pemerintah Myanmar mencatat perkembangan nyata pada masa mendatang. "Kita juga kembali menyampaikan keprihatinan atas masih ditahannya pemimpin Liga Bangsa untuk Demokrasi Aung San Suu Kyi dan meminta pemerintah Myanmar segera membebaskannya," katanya. Pada awal pekan ini, penguasa Myanmar mengumumkan "kemenangan" dalam menyelesaikan 14 tahun perundingan undang-undang dasar. Perutusan pada perundingan tertutup di pangkalan tentara utara Yangon tersebut mengatakan Konvensi Nasional telah menyelesaikan perundingan itu dengan acara resmi dipimpin penjabat Perdana Menteri Thein Sein. Penyelesaian perundingan itu, menurut penguasa, adalah langkah pertama menuju peta jalan ke demokrasi, yang dalam teori akan membawa pada pemilihan umum untuk pertama kali sejak tahun 1990. Konvensi Nasional hanya menyusun garis pedoman bagi undang-undang baru negara itu, yang dulu bernama Burma. Satu komite ditugaskan menyusun undang-undang dasar sebenarnya, yang akan diajukan ke rakyat dalam penentuan pendapat, yang pada akhirnya menuju pada pemilihan umum. Tidak ada jadwal ditetapkan bagi proses selanjutnya dan pengamat mengatakan undang-undang dasar itu hanya memiliki perubahan nyata kecil bagi Myanmar. Undang-undang dasar itu akan mengekalkan peran tentara di pemerintahan, menjamin jabatan presiden bagi tentara pensiun dan melarang Aung San Suu Kyi ikut pemilihan umum, kata mereka. Seperempat dari jumlah kursi di parlemen akan disiapkan untuk tentara dan ditunjuk panglimanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007