Jadi jangan mau ditakut-takuti, karena yang berusaha menakuti itu bicaranya tanpa fakta, hanya bluffing."
Jakarta (ANTARA News) - Pernyataan Presiden Jokowi soal "politik genderuwo" adalah cara untuk meyakinkan rakyat untuk tidak pesimis dan takut dari upaya pihak tertentu yang terus berusaha menebar ketakutan.

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arya Sinulingga, mengatakan hal itu di Jakarta, Jumat, menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut kata "politik genderuwo".

Menurut Arya Sinulingga, "politik genderuwo" adalah bahasa lain dari "firehose of falsehood", sebuah istilah asing yang belum tentu awam bagi masyarakat Indonesia dan Presiden Joko Widodo membumikannya menjadi "politik genderuwo". "Pak Jokowi mengatakan 'politik genderuwo' itu sasarannya untuk membangkitkan optimisme dan keberanian dari rakyat Indonesia," katanya.

Praktisi media ini menjelaskan, dengan pernyataan tersebut maksudnya agar rakyat jangan mau ditakut-takuti, karena memang sebenarnya tidak ada yang perlu ditakuti. "Jadi jangan mau ditakut-takuti, karena yang berusaha menakuti itu bicaranya tanpa fakta, hanya bluffing," kata Arya.

Dalam konteks lebih luas, menurut Arya, pernyataan Presiden Joko Widodo itu juga sebagai peringatan kepada semua pihak yang suka memakai "politik genderuwo". Wujud politik genderuwo adalah suka menakut-nakuti, membuat seakan-akan ada situasi mengerikan. "Politik demikian berbeda dengan yang suka membawa kedamaian dan membangun optimisme," katanya.

Menurut dia, politik genderuwo itu juga suka mengada-adakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada, misalnya berusaha membangun kepanikan melalui pernyataan bahwa harga barang-barang naik, Indonesia akan hilang, sebagian besar rakyat Indonesia miskin. "Sasarannya ingin membangun ketakutan dan kecemasan soal masa depan Indonesia yang tak baik," katanya.

Padahal faktanya, menurut Arya, harga barang-barang sama sekali tidak naik, Indonesia ke depan semakin maju, serta penduduk miskin menurun sampai satu digital.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018