Akibatnya terjadi kelebihan tangkapan dan depleting stok sumberdaya kepiting di alam
Jakarta, (ANTARA News) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan penangkapan kepiting selama ini lebih banyak dari hasil penangkapan dari alam yang dilakukan secara tidak terukur dan cenderung eksploitatif.

"Akibatnya terjadi kelebihan tangkapan dan depleting stok sumberdaya kepiting di alam," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.

Slamet mengungkapkan bahwa fakta di lapangan menunjukkan populasi kepiting baik jumlah maupun ukuran menurun sejak tahun 1990, ini dapat dilihat di eksportir dari Jakarta, Bali, dan Surabaya yang sangat sulit mendapatkan ukuran diatas 1 kg.

Berdasarkan hasil kajian terkait estimasi potensi, lanjutnya, terlihat bahwa jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya kepiting dan rajungan di 10 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPN RI) telah menunjukkan bahwa status pemanfaatan kepiting rajungan berada pada kategori tereksploitasi penuh hingga eksploitasi berlebih.

"Kondisi inilah yang melatarbelakangi terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 56 tahun 2016, jadi anggapan bahwa pemerintah sengaja mematikan usaha kerapu masyarakat itu tidak benar, sehingga ini harus diluruskan," tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa regulasi tersebut tidak melarang ekspor kepiting dan rajungan namun membatasi ukuran ekspor, kondisi bertelur/tidak bertelur dan musim penangkapan.

Berdasarkan data BPS (2018) tercatat rata-rata volume ekspor kepiting rajungan periode 2012 - 2017 tumbuh 0,67 persen per tahun, sedangkan nilai ekspor tumbuh 6,06 persen per tahun.

"Jadi tidak benar kalau ada yang bilang ekspor kepiting anjlok 81 persen dan negara kehilangan devisa sebesar 0,0552 miliar dolar AS per tahun," Slamet kembali meluruskan isu yang beredar selama ini.

Slamet juga menjelaskan bahwa pengaturan pemanfaatan sumberdaya kepiting diperlukan karena hingga saat ini keberhasilan pembenihan kepiting dan rajungan menunjukkan tingkat kelulushidupan/survival rate (SR) masih rendah yaitu masing-masing untuk kepiting 10-20 persen dan rajungan 25-30 persen.

Sedangkan ditingkat pembesaran SR untuk kepiting dan rajungan sebesar 30-35 persen.

"Dengan demikian, Permen KP tersebut diperlukan untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya di alam melalui pemanfaatan sumberdaya kepiting secara lebih terukur, bertanggungjawab dan sejalan dengan prinsip perikanan berkelanjutan," paparnya.

Baca juga: Polisi gagalkan penyelundupan 2.609 kepiting ke Malaysia

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2018