Surabaya (ANTARA News) - Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Taman Safari Indonesia (TSI) II Prigen, dan Kebun Binatang Surabaya (KBS) sepakat menjalin kerjasama bagi penyelamatan dan pelestarian satwa-satwa liar dan langka. Hal itu tertuang dalam nota kesepahaman atau Memorandum of Agreement (MoA) antara FKH Unair dengan TSI II Prigen dan Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya (PTFSS) yang berbasis di KBS yang ditandatangani di aula FKH Unair Surabaya, Selasa. MoA itu ditandatangani Dekan FKH Prof Hj Romziah Sidik PhD MS dengan Ketua Kurator TSI II Prigen Drh Ivan Chandra (mewakili Direktur TSI), dan Ketua PTFSS Prof drh Soehartojo Hardjopranjoto. "Kerjasama antarketiga lembaga memang sudah pernah dilakukan, tapi sekarang lebih dipertajam pada kegiatan-kegiatan yang konkret, terutama untuk berusaha melakukan penyelamatan dan pelestarian terhadap satwa-satwa liar dan langka yang dimiliki Indonesia," kata Prof Hj Romziah Sidik. Menurut dia, sebagai contoh, Banteng Jawa, harimau Jawa, harimau Sumatera, jalak Bali, Komodo, dan sejenisnya adalah kekayaan alam Indonesia yang harus dilestarikan dari kepunahan, sehingga hal itu tentu menjadi tanggungjawab lembaga yang erat kaitannya dengan permasalahan satwa. "Itu merupakan tanggungjawab kita bersama untuk menjaga dan melindungi. Nanti kita bisa bersama-sama mengawasi kesehatannya dengan penelitian-penelitian, melakukan konservasi, pengembangbiakan, dan akan dipelajari kemungkinan melakukan transfer embrio pada satwa liar," katanya. Oleh karena itu, katanya, dosen, peneliti, dan mahasiswa FKH Unair Surabaya kini bebas dalam melaksanakan penelitian, tugas belajar, dan proses pembelajaran lainnya di Taman Safari Indonesia (TSI) II Prigen dan Kebun Binatang Surabaya (KBS). "Terjalinnya kerjasama dan sinergi antartiga lembaga itu karena adanya kesamaan kepentingan dalam penelitian, konservasi, dan usaha pelestarian sumber daya alam, terutama satwa untuk kepentingan besar ilmu pengetahuan, sedangkan FKH Unair memiliki SDM, peneliti, dan fasilitas akademik berupa laboratorium dan penelitian lapangan ada di TSI dan KBS," katanya. Senada dengan itu, drh Ivan Chandra mengatakan pihaknya bersama FKH Unair akan melaksanakan aktivitas lebih konkret untuk pengembangan-pengembangan satwa. "Kami selama ini seakan-akan hanya menangani banteng yang ada di taman nasional Baluran, Alas Purwo dan di Merubetiri," katanya. Padahal, katanya, TSI sebenarnya juga mengonservasi satwa yang lain. "Kita sudah harus berpikir global, sehingga kita harus memulai upaya untuk mencapai hak cipta internasional, khususnya terhadap satwa liar yang dilindungi, dan untuk itulah kita perlu bekerjasama," kata alumnus FKH Unair tahun 1994 itu. Sementara itu, Prof Soehartojo Hardjopranjoto selaku ketua PTFSS menilai sinergi tiga lembaga itu sangat cocok, karena FKH Unair sebagai lembaga pendidikan dan penelitian, sedangkan TSI sebagai lembaga konservasi, kemudian PTFSS sebagai organisasi penyelamat satwa. "Untuk itu, keikutsertaan dosen, peneliti, dan mahasiswa sangat diharapkan untuk melakukan penelitian terhadap satwa, baik mengenai kesehatannya, reproduksinya, dan kemungkinan transfer embrio untuk mencapai hasil yang diakui internasional, sekaligus menyelamatkan satwa yang sudah sangat langka," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007