Jakarta (ANTARA News) - Wadah Pegawai (WP) KPK kembali menuntut pengungkapan pelaku penyerangan penyidik senior KPK Novel Baswedan bertepatan dengan 600 hari peristiwa tersebut terjadi.
   
"Untuk itu, kami Wadah Pegawai KPK kembali untuk kesekian kalinya menuntut Presiden Jokowi untuk hadir dan melakukan tindakan sebagaimana selayaknya seorang Presiden untuk membongkar kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan," kata Ketua WP KPK Yudi Purnomo di Jakarta, Minggu.
   
Novel Baswedan diserang oleh dua orang pengendara motor pada 11 April 2017 seusai sholat subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Pelaku menyiramkan air keras ke kedua mata Novel sehingga mengakibatkan  mata kirinya tidak dapat melihat karena mengalami kerusakan yang lebih parah dibanding mata kanannya. 
   
"Minggu, 2 Desember 2018 atau sepekan sebelum Hari AntiKorupsi Sedunia yang jatuh pada tanggal 9 Desember 2018 adalah hari ke 600 sejak penyerangan Novel Baswedan dengan air keras yang menyebabkan matanya rusak," tambah Yudi.
   
Menurut Yudi, berbagai upaya telah dilakukan untuk mendesak Presiden Joko Widodo agar bertindak konkret sebagai panglima tertinggi penegakan hukum di Indonesia, namun sampai saat ini semua belum membuahkan hasil. 
 
"Mulai dari berbagai protes dari masyarakat sampai pengiriman surat dari keluarga Novel Baswedan dan Wadah Pegawai KPK yang sama sekali tidak direspon sampai hari ini, sehingga seakan-akan aspirasi rakyat tidak didengar," ungkap Yudi.
   
Sampai saat ini pun, menurut Yudi, Presiden masih tidak menunjukan tindakan yang tegas dan kongkrit, seakan-akan tidak memiliki kuasa apapun sebagai pemimpin negara untuk membongkar kasus Novel Baswedan. 
   
"Berbagai pihak yang dekat dengan Presiden selalu berupaya mengalihkan  tanggung jawab tersebut bukan pada Presiden, sehingga bagi rakyat terkesan jelas pesan bahwa Presiden menghindar. Padahal Presiden pada awal-awal penyerangan Novel berjanji kasus ini akan dituntaskan," tambah Yudi.
   
Sedangkan, disisi lain berbagai gelombang upaya pelemahan KPK terus berlangsung. 
   
"Nawacita yang membuat janji hadirnya negara dalam penegakan hukum masih hanya menjadi angan dalam kasus Novel Naswedan. Hal tersebut terbukti dengan tidak adanya pihak yang bisa di minta pertanggungjawabannya dalam penegakan kasus ini, baik pelaku intelektual maupun pelaku lapangan sampai saat ini masih bebas berkeliaran menyebar teror di bumi Indonesia" jelas Yudi.
   
Padahal telah ada peristiwa nyata yang menyebabkan aparatur negara diserang pada saat menangani berbagai mega skandal yang terjadi di republik ini. Akibatnya, pegawai KPK berada dalam posisi yang tidak merasakan adanya kepastian keberpihakan Presiden terkait perlindungan para penegak hukum dalam melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi. 
   
Terlebih masa kerja efektif pemerintahan tersisa hanya sekitar 4 bulan sebelum adanya pemilihan presiden periode selanjutnya.

Baca juga: KPK harapkan penyerang Novel segera diungkap

Baca juga: Makna peringatan 17 Agustus bagi Novel Baswedan

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018