Jakarta (ANTARA News) - Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam proyeksi tengah tahunannya mengungkapkan ekonomi Indonesia akan tumbuh 6,0 persen pada 2007 dan 6,3 persen pada 2008, lebih rendah dari target pemerintah sebesar 6,3 persen pada 2007 dan 6,8 persen pada 2008, mengingat lambatnya realisasi proyek-proyek infrastruktur dengan pola kemitraan pemerintah dan swasta (PPP), demikian dikutip dari situs resmi ADB, Senin. Sementara itu, ekspor Indonesia juga diperkirakan akan melambat sekitar 10 persen tahun ini karena pertumbuhan yang melambat di beberapa negara tujuan ekspor. Padahal, impor diperkirakan akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan investasi sehingga surplus transaksi berjalan diperkirakan turun menjadi 1,0 persen dari PDB pada 2007 dan 0,7 persen dari PDB pada 2008. "Daftar panjang proyek-proyek infrastruktur dengan skema kemitraan pemerintah dan swasta (PPP) telah dipersiapkan sejak 2005, tapi hanya beberapa yang telah terealisasi. Fokusnya kini bergeser hanya pada proyek-proyek tertentu, seperti pembangkit listrik, transportasi, dan penyediaan air bersih diperkirakan mulai berjalan pada 2007 dan 2008," demikian laporan ADB dalam Asian Development Outlook (ADO) 2007. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi diproyeksi tumbuh menjadi 25-27 persen dari PDB pada 2007. Sedangkan dibanding 2007, investasi 2008 diperkirakan tumbuh 9 persen dan konsumsi tumbuh 4,5 persen. Dari sisi belanja pemerintah, pada 2007 diperkirakan ada kenaikan 1,4 persen poin menjadi 22,5 persen dari PDB, dengan belanja modal tumbuh 25 persen dari tahun 2006, yaitu 3,2 persen dari PDB. "Belanja pemerintah diperkirakan melebihi proyeksi anggaran atas beberapa alasan, yaitu banjir pada Januari 2007, kasus lumpur Sidoarjo yang diperkirakan butuh 833 juta dolar AS untuk pembersihan, pemulihan kerusakan gempa bumi di Sumatera Barat, dan pembelian stok beras cadangan," ungkap laporan tersebut. Proyeksi inflasi 2007 sekitar 6 persen, demikian juga pada 2008. "Namun angka ini harus direvisi jika pemerintah memutuskan untuk mengurangi subsidi listrik. Beberapa pihak menginginkan agar ada kenaikan bertahap pada tarif listrik sehingga setiap segmen pasar membayar biaya sebenarnya untuk penyediaan listrik dan mengurangi tekanan pada anggaran untuk kemudian (subsidi-red) dialihkan ke sektor yang lebih produktif," kata laporan tersebut. Kenaikan tarif listrik juga diperkirakan akan merangsang investasi untuk pembangkit listrik. Subsidi pemerintah untuk kapasitas pembangkit listrik milik PLN mencapai 4 miliar dolar AS (1,4 persen dari PDB) pada 2005 dan pada tahun lalu 2,6 miliar dolar AS. Dalam kajian tersebut, ADB juga mengemukakan sebuah skenario positif dalam 5 tahun ke depan, yaitu bahwa seluruh perundangan yang kini masih dibahas akan berlaku efektif sehingga mendorong pembangunan sektor swasta dan mempercepat pertumbuhan hingga 7-8 persen. Jika gagal mengimplementasi regulasi-regulasi tersebut, Indonesia diperkirakan akan terkunci pada pertumbuhan sekitar 6 persen. (*)

Copyright © ANTARA 2007