Jakarta (ANTARA News) - Beberapa anggota Komisi I DPR mendesak pemerintah untuk membahas ulang seluruh isi Perjanjian Kerjasama Pertahanan (Defence Cooperation Agrement /DCA) dengan Singapura yang ditandatangani pada 27 April 2007. "Kami meminta agar pemerintah bisa menekan Singapura untuk mau membahas ulang perjanjian pertahanan dengan Singapura," kata anggota Komisi I dari PKS, Untung Wahono, dalam Raker Komisi I DPR dengan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono di Jakarta, Senin. Untung Wahono mengatakan perjanjian kerjasama pertahanan dengan Singapura banyak memberikan efek negatif bagi Indonesia, seperti kemungkinan penggunaan area latihan sebagai sarana infiltrasi, pengintaian. Karena itu, tambahnya, pemerintah perlu untuk membahas ulang seluruh kerja sama pertahanan dengan Singapura sebelum dilaksanakan. "Pembahasan ulang tersebut menyangkut batang tubuh dari kerjasama. Jadi tidak sekedar aturan pelaksanana (implementing arrangement atau IA, red) khususnya untuk area latihan,"katanya. Substansi merugikan RI Hal senada diungkapkan anggota Komisi I dari PDI-P, Andreas Pareira, yang mengatakan bahwa substansi dalam DCA lebih banyak merugikan pihak Indonesia. "Karena itu, apabila substansi kerjasama pertahanan tersebut masih bisa dinegosisasikan, maka lebih baik hal itu dirundingkan kembali," katanya. Ia juga meminta pemerintah untuk lebih tegas terhadap isi perjanjian itu, mengingat saat ini pemerintah Singapura sudah mempersiapkan perjanjian itu untuk diratifikasi di Parlemen. "Indonesia harus berani untuk meminta penjelasan ulang kepada Singapura tentang rencana ratifikasi terhadap kerja sama pertahanan itu, mengingat sampai saat ini masih ada beberapa poin yang belum disepakati oleh kedua belah pihak, terutama menyangkut area latihan," katanya. Dalam kesempatan itu, Menhan Juwono Sudarsono mengatakan pemerintah telah berusaha keras untuk memperbaiki substansi perjanjian kerjasama tersebut. Pada awal Juni 2007, tambah Menhan, Indonesia telah menyampaikan pokok-pokok pikiran kepada Singapura antara lain DCA tidak bersifat "self executing" dan karenanya seperti diamanatkan pasal 6, kedua pihak perlu menyepakati pengaturan yang lebih rinci mengenai teknis, administratif dan operasional penggunaan area latihan. Selain itu, tambah Menhan, pengaturan lebih rinci itu sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggugurkan DCA, namun untuk melengkapi sesuatu yang belum diatur dalam pasal 6 DCA. "Usul untuk melengkapi IA di area bravo diajukan dengan tulus, sehingga bisa dihindarkan salah pengertian dalam pelaksanaan dimasa mendatang," kata Menhan. Juwono mengatakan pemerintah tidak akan menyerahkan dokumen DCA kepada DPR untuk ratifikasi tanpa disertai aturan pelaksana/IA, karena DPR telah menuntut pengaturan tentang penggunaan area latihan di area bravo. Menhan menambahkan menanggapi surat PM Singgapura Lee Hsien Loong tertanggal 22 Mei 2007 lalau, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam surat jawaban tertanggal 26 Mei 2007 telah memberikan mandat penuh kepada Panglima TNI untuk melakukan perundingan dengan mitranya di Singapura guna menyelesaikan permasalahan ini. Terkait dengan itu, maka kedua pihak dapat segera membahas pengaturan rinci IA sehingga dapat segera ditandatangani oleh kepala staf angkatan kedua negara. "Jadi saat ini bola berada di tangan Singapura dan pihak Indonesia berada pada posisi menunggu," kata Juwono. (*)

Copyright © ANTARA 2007