Kementan harus bisa menghasilkan 81 juta ton gabah kering giling
Jakarta, (ANTARA News) - Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Pertanian (Kementan) Justan Riduan Siahaan bertekad terus mengawasi akuntabilitas program pertanian Nusantara sebagai upaya mewujudkan ketahanan pangan.

"APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah) harus bisa menjadi mata, telinga, dan kaki pimpinan agar bisa mencapai tujuan," katanya pada jumpa pers, Jakarta, Jumat.

Di dalam lingkup Itjen Kementan sendiri juga telah ada sebanyak empat unit pelaksana teknis (UPT) yang telah mencapai Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).

Menurut dia, Mentan Amran Sulaiman telah dinilai berhasil menerapkan kepemimpinan yang kondusif untuk mewujudkan beragam sasaran, termasuk salah satunya swasembada beras.

Kementan ditetapkan harus bisa menghasilkan 81 juta ton gabah kering giling, dan untuk mencapainya harus bisa dibagi ke masing-masing eselon I agar bisa berkolaborasi untuk mewujudkannya.

Irjen Kementan juga menegaskan mendukung tujuan yang terdapat dalam peta jalan untuk merealisasikan cita-cita Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.

Sebagaimana diwartakan, Mentan Andi Amran Sulaiman menyatakan tanpa peran yang berarti dari pemerintahan dan warga desa, maka sektor pertanian Nusantara tidak akan bangkit dan menjadi tulang punggung perekonomian bangsa.

"Tanpa peran kepala desa, pertanian tidak akan bangkit dan tidak bisa berswasembada," kata Amran Sulaiman dalam acara "Workshop dan Silaturahmi Nasional" Pemerintahan Desa Se-Indonesia yang digelar di ICE Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, Kamis (29/11).

Menurut Amran, Kementan telah melakukan berbagai terobosan selama empat tahun terakhir, yang manfaatnya antara lain adalah inflasi pangan yang menurun.

Selain itu, ujar dia, Kementan juga telah mencabut sebanyak 291 regulasi peraturan yang dinilai menghambat proses pengembangan sektor pertanian di Tanah Air.

Kepada ratusan kepala desa yang hadir dalam acara tersebut, Mentan mengingatkan bahwa bila ketahanan pangan di Indonesia terganggu, maka akibatnya juga akan mengganggu ketahanan negara.

Sebelumnya, Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) akan membentuk sebuah lembaga pemantau dan pengawas pelaksanaan program-program pembangunan pertanian yang dijalankan Kementerian Pertanian.

Pendiri Pataka, Yeka Hendra Fatika mengatakan, lembaga yang diberi nama Agriwatch tersebut kelak memberikan masukan kepada Kementan baik diminta maupun tidak.
Baca juga: Konsolidasi mahasiswa pertanian hasilkan deklarasi Bogor
 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018