Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia akan terus memantau dan mengantisipasi masuknya dana asing ke Indonesia terkait dengan kebijakan otoritas moneter Amerika Serikat, Federal Reserve, menurunkan suku bunganya (fed rate) 50 basis poin dari 5,25 persen menjadi 4,75 persen. "Sekarang juga sudah mulai kelihatan (aliran dana asing) bahwa yang masuk pada sektor saham dan surat utang negara (SUN). Karena itu kami melihat dalam 2-3 hari terakhir ada penguatan kembali nilai tukar," kata Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah seusai rapat koordinasi dengan pemerintah di Jakarta, Rabu malam. Kebijakan tersebut diperkirakan bisa memicu aliran dana masuk ke negara-negara yang pasarnya sedang berkembang (emerging market) seperti Indonesia karena perbedaan suku bunga Indonesia (BI rate 8,5 persen) dengan AS yang semakin tinggi yaitu 3,5 persen dari sebelumnya tiga persen. Untuk itu, ia mengatakan bahwa pihaknya akan selalu berada di pasar untuk mengendalikan tingkat volatilitas rupiah agar tidak bergejolak sehingga perekonomian dapat berjalan dengan baik. "Kebijakan yang ada saya kira sudah didesain untuk itu. Saya kira volatitas yang kami jaga selama ini adalah volatilitas yang memberikan kemungkinan kepada dunia usaha untuk tetap merencanakan usahanya. Sehingga antisipasinya memang sudah seperti itu. BI tetap berada di pasar, kebijakan-kebijakan yang sifatnya antisipatif terhadap perbankan memang sudah pada tempatnya," katanya. Sementara itu, ia juga menjelaskan bahwa adanya penurunan suku bunga "The Fed" tersebut dimungkinkan akan adanya ruang bagi penurunan BI Rate. "Penurunan suku bunga 50 bps itu, memberi kemungkinan bagi BI untuk memiliki ruang bagi penurunan kembali BI rate. Selama ekspektasi inflasi dalam negeri bisa dikuasai," katanya. Deputi Senior BI Miranda S Goeltom mengatakan investor asing bisa saja semakin berminat pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) akibat kebijakan tersebut karena selisih bunga "The Fed" dengan BI Rate semakin lebar yaitu 3,5 persen. "Tapi itu bukan satu-satunya faktor bagi mereka untuk investasi, tapi mereka akan melihat dengan turunnya `The Fed`, dolar akan melemah tentu mereka akan mencari tempat untuk menempatkan dananya. Jadi bukan hanya dari margin (selisih) saja, perbedaan nilai tukar rupiah juga pasti akan menguat," katanya. Ia menambahkan penurunan tersebut membuat Indonesia cukup menarik untuk investor. Namun demikian hal itu tidak serta merta akan membuat BI Rate diturunkan. Subprime mortgage Sementara itu menurut Menteri Koordinator Perekonomian Boediono, pemerintah saat ini tetap mengawasi perkembangan perekonomian terkait dengan faktor luar negeri seperti dampak lanjutan dari krisis kredit perumahan di AS (subprime mortgage). "Tampaknya situasi kita cukup aman meskipun ada peristiwa yang terakhir ini saudara ketahui, masalah "subprime". Tampaknya dampaknya ke kita bisa dikendalikan sampai saat ini. Tentunya ke depan semoga tidak ada ekornya, ini yg belum kita tahu. Tapi selama kita bisa pantau dengan data-data yang ada maka nampaknya dampaknya bisa kita kendalikan," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007