Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menilai, pemberian berbagai insentif dalam pengusahaan migas kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) telah merugikan negara. Peneliti LP3ES Pri Agung Rakhmanto di Jakarta, Kamis, mengatakan pemberian berbagai insentif tidak membuat produksi dan cadangan semakin meningkat. "Karenanya, pemerintah perlu meninjau ulang insentif dan kontrak dan bilamana perlu melakukan perubahan," katanya. Ia mencontohkan, insentif biaya produksi yang dikembalikan pemerintah (cost recovery) yang sejak 2001 terus meningkat sehingga mengurangi porsi bagi hasil pemerintah. Padahal, menurut dia, pemerintah telah memberikan insentif berupa kenaikan batasan "cost recovery" dari sebelumnya 40 persen, kemudian 100 persen, dan kini ada yang mendapatkan 120 persen. "Produksi minyak yang selalu di bawah target dengan `cost recovery` yang semakin meningkat adalah indikasi banyak investasi atau proyek, meski sudah ditambah insentif, ternyata gagal," katanya. Pri mencontohkan lagi, pemberian insentif berupa peniadaan kewajiban menyediakan minyak buat kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO holiday) malah menyebabkan ketergantungan Indonesia pada minyak impor menjadi semakin besar. Selanjutnya, pengubahan DMO "fee" juga menyebabkan Indonesia harus membeli minyaknya sendiri dari pasar internasional dengan harga lebih mahal. "Implikasinya, biaya produksi dan pengadaan BBM buat rakyat juga menjadi lebih tinggi," kata Pri. Pemberian insentif yang berimplikasi negatif lainnya adalah pengubahan porsi bagi hasil pemerintah yang semakin mengecil dari 85:15, 70:30, 65:35, 51:49, dan bahkan 100:0, tidak membuat produksi dan cadangan Indonesia menjadi meningkat. "Perubahan bagi hasil itu juga menyebabkan migas Indonesia menjadi semacam `ijon` yang telah dikuasai asing, sehingga merugikan generasi mendatang," katanya. Pri menyarankan, agar pemerintah menerapkan batasan maksimum "cost recovery," merumuskan kembali jenis biaya yang masuk "cost recovery," menghapus DMO "holiday," dan pemberlakukan komponen lokal bagi industri pendukung migas. "Dalam bahasa yang lebih sederhana, jangan obral migas kita," ujar Pri.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007