Untuk menimbulkan tsunami sebesar itu perlu ada runtuhan yang cukup besar yang masuk ke dalam kolom air laut. Dan untuk merontokan bagian tubuh yang longsor ke bagian laut diperlukan energi yang cukup besar, ini tidak terdeteksi oleh seismograf di po
Bandung (ANTARA News) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) belum dapat memastikan apakah tsunami atau gelombang tinggi yang melanda kawasan pantai di Banten dan Lampung akibat dari aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau.

"Pertanyaannya apakah tsunami tersebut ada kaitannya dengan aktivitas letusan? Hal ini masih perlu pendalaman karena ada beberapa alasan untuk bisa menimbulkan tsunami," ujar Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Badan Geologi Wawan Irawan di Bandung, Minggu.

Berdasarkan alat perekam Badan Geologi, katanya, kondisi Gunung Anak Krakatau tidak menunjukkan gejala peningkatan secara signifikan atau masih sama seperti hari-hari biasanya.

Secara visual, teramati letusan dengan tinggi asap berkisar 300 sampai dengan 1500 meter (m) di atas puncak kawah.

Dari sisi aktivitas kegempaan, terekam gempa tremor terus-menerus dengan amplitudo overscale 58 milimeter (mm), sedangkan catatan Geologi, saat perekaman getaran tremor tertinggi yang terjadi sejak Juni 2018 tidak menimbulkan gelombang terhadap air laut, bahkan hingga tsunami.

Alasan lain yang menjadi acuan PVMBG, material lontaran saat letusan yang jatuh di sekitar tubuh gunung api masih bersifat lepas dan sudah turun saat letusan ketika itu.

"Untuk menimbulkan tsunami sebesar itu perlu ada runtuhan yang cukup besar yang masuk ke dalam kolom air laut. Dan untuk merontokan bagian tubuh yang longsor ke bagian laut diperlukan energi yang cukup besar, ini tidak terdeteksi oleh seismograf di pos pengamatan gunung api," kata dia.

Berdasarkan data-data visual dan instrumental potensi bahaya dari aktifitas Gunung Anak Krakatau, saat ini lontaran material pijar dalam radius dua kilometer (km) dari pusat erupsi, sedangkan sebaran abu vulkanik tergantung dari arah dan kecepatan angin.

Ia mengatakan hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental hingga 23 Desember 2018, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau masih tetap Level II (Waspada).

"Sehubungan dengan status Level II tersebut, direkomendasikan kepada masyarakat tidak diperbolehkan mendekati Gunung Krakatau dalam radius dua kilometer dari kawah," kata dia.

Masyarakat di wilayah pantai Provinsi Banten dan Lampung diharapkan tenang dan tidak mempercayai isu-isu tentang erupsi Gunung Anak Krakatau yang akan menyebabkan tsunami.

Masyarakat dapat melakukan kegiatan seperti biasa dengan senantiasa mengikuti arahan BPBD setempat.

Baca juga: Presiden sampaikan duka cita atas bencana tsunami Selat Sunda

Baca juga: BMKG: tidak ada istilah susulan dalam tsunami

Baca juga: BMKG keluarkan peringatan gelombang tinggi hingga 25 Desember

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2018