Banda Aceh (ANTARA News) - Pakar hukum Islam dari IAIN Ar-Raniry Darusalam Banda Aceh, Drs. Hamid Sarong, SH, MH minta agar pemimpin agama di Indonesia tidak membuat umat Islam bingung dengan adanya perbedaan penetapan hari Raya Idul Fitri 1428 Hijriah. "Kita berharap pemimpin agama jangan sampai membuat umat Islam bingung dengan adanya perbedaan penentuan hari Raya Idul Fitri pada tahun ini," katanya di Banda Aceh, Jumat, menanggapi adanya kemungkinan perbedaan antara Nahdlatul Ulama dengan Muhammadiyah tentang penentapan tanggal 1 Syawal 1428 Hijriah. Hamid yang juga Dekan Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry itu menyatakan, untuk menyamakan penentapan 1 Syawal, sebaiknya Ormas Islam, seperti NU, Muhamamdiyah dan organisasi lainnya duduk bersama dengan Pemerintah untuk menentukan Idul Fitri agar serentak. "Memang Ormas Islam kita suka yang beda-beda, tapi kalau itu terus-terusan terjadi, maka tidak baik, karena tidak semua umat mengetahui ilmu falak, di samping menunjukkan seolah-olah umat Islam di Indonesia tidak kompak," katanya. Disebutkan, dalam menentukan 1 Syawal dengan menggunakan cara hisab dan rukyat, dan kedua cara tersebut tidak bisa dipisahkan, karena bulan Kamariah berbeda dengan bulan tahun masehi. "Saya melihat Muhammadiyah sudah menetapkan awal Idul Fitri pada tanggal 12 Oktober mendatang, itu artinya Ormas itu menggunakan sistem hisab, sedangkan NU masih menunggu 29 Ramadhan, itu artinya dengan cara rukyat, melihat bulan," katanya. Jadi, sebaiknya untuk menentukan 1 Syawal harus digunakan dengan cara hisab dan rukyat, sehingga benar-benar tepat, katanya. Oleh karenanya, semua pemimpin agama dan pemerintah harus duduk bersama untuk membahas masalah tersebut, sehingga tidak menimbulkan perbedaan. Hamid juga berharap agar Pemerintah lebih berperan dalam menentukan masalah penetapan awal Idul Fitri, sehingga pelaksanaan hari raya bisa serentak dilaksanakan umat Islam di Indonesia.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007