Baghdad (ANTARA News) - Hampir dua juta warga Irak meninggalkan rumah mereka menuju bagian Irak lainnya sejak serangan AS, yang menciptakan "tragedi kemanusiaan" yang belum pernah terjadi sebelumnya, Bulan Sabit Merah negara itu mengatakan dalam satu laporan. Jumlah itu hanya mencakup mereka yang terlantar di dalam negeri dan tidak termasuk dua juta orang lainnya yang diperkirakan PBB yang juga melarikan diri tapi meninggalkan tanah air mereka, pergi ke Suriah, Jordania dan negara tetangga lainnya dan bahkan ke Eropa. Betapapun pada 31 Agustus tahun ini, 1,930.946 orang telah meninggalkan rumah mereka untuk mencari keselamatan ke tempat lainnya dalam perbatasan Irak sejak serangan Maret 2003, menciptakan rekor dalam sejarah pergolakan manusia Irak, katanya. Kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak -- miskin, sakit, menderita karena kekurangan gizi dan dengan sedikit akses ke infrastruktur kesehatan atau pelayanan dasar negara itu. "Kepala keluarga sangat sering melarikan diri atau masuk kelompok bersenjata...Perkosaan, geng bersenjata, pencurian, kecanduan obat bius," merupakan tempat umum di antara orang yang terlantar di dalam negeri, kata Bulan Sabit Merah. "Horor pembunuhan tiap hari dan serangan memiliki dampak serius pada kesehatan psikologis wanita dan anak-anak. Gambaran keseluruhannya adalah itu merupakan tragedi kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Irak." Menurut Bulan Sabit Merah, jumlah orang terlantar meningkat dengan sekitar 71 persen dalam Agustus dibanding Juli, dengan kebanyakan dari peningkatan itu di Baghdad. Ibukota itu sekarang ini memiliki hampir satu juta orang terlantar untuk kira-kira penduduk seluruhnya empat hingga lima juta orang, katanya. Laporan itu tidak memberikan penjelasan pada lonjakan tiba-tiba pada warga Baghdad yang meninggalkan rumah mereka, tapi hal itu bertepatan dengan bulan keenam dari serangan besar militer AS atau "penggeloraan" untuk meningkatkan keamanan di Irak. AS menyatakan keberhasilan dalam pertempuran terhadap kelompok bersenjata dapat memacu warga sipil untuk melarikan diri pada periode yang relatif tenang. Kelompok kemanusiaan itu mengatakan serangan di tempat suci Syiah di Samarra Februari 2006 juga memicu eksodus ribuan warga Irak ketika serangan itu menimbulkan kekerasan sektarian. "Ribuan warga Syiah meninggalkan daerah Sunni, dan sebaliknya. Banyak orang Kristen juga meninggalkan distrik Sunni untuk pergi ke Kurdistan" di Irak utara, tempat pembombardiran wilayah perbatasan Iran dan Turki belakangan ini juga telah mendorong ribuan orang untuk lari. Bulan Sabit Merah merupakan salah satu organisasi kemanusiaan yang masih aktif di negara yang dicabik-perang itu. Secara terpisah, badan pengungsi PBB mengatakan 1,4 juta warga Irak sekarang berusaha mengungsi di Suriah, dengan antara 500.000 dan 750.000 di Jordania. Sekitar 30.000 warga Irak melarikan diri ke Suriah setiap bulan, memaksa pemerintah negara itu menerapkan pembatasan visa, PBB mengatakan belum lama ini. Para pejabat Suriah mengindikasikan bahwa Damaskus sekarang merencanakan untuk mengizinkan masuk hanya pada orang Irak dari sektor ekonomi, komersial dan llmu pengetahuan. Pengasingan merupakan pergolakan penduduk terbesar di Timur Tengah sejak larinya warga Palestina setelah negara Israel didirikan pada 1948. Menguji dampaknya pada rakyat Irak, Laporan itu mengatakan: "Peristiwa belakangan ini, di samping beberapa dasawarsa penindasan dan sanksi berat telah mematahkan integritas perintah sipil dan masyarakat di Irak." Menunjuk larinya orang terlantar itu, Bulan Sabit Merah mengatakan mereka dapat dibagi ke dalam lima kategori: orang yang ditemukan mengungsi bersama keluarga, orang yang tinggal di gedung pemerintah, orang yang menyewa apartemen, orang yang membangun pelindung di tanah yang tidak didiami, dan, yang sangat tercerabut, orang yang didapati mengungsi di masjid. Dalam satu catatan harapan, jumlah Bulan Sabit Merah itu memberi kesan bahwa pencarian tempat perlindungan tidak perlu berdasarkan kriteria konfensional atau etnik. Banyak keluarga Sunni dan Syiah mencari pengungsian di distrik campuran, berlawanan dengan tesis pembagian masyarakat yang tak dapat ditawar, demikian laporan AFP.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007