Rehablitasi ini dapat menambah bahan baku kayu sekitar 112,7 juta meter kubik
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) akan diperluas 10 kali lipat mencapai sekitar 206.000 hektare (ha) di 2019.

"2019, rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan dan dikerjakan lebih keras lagi dengan memperluasnya hingga 10 kali lipat dari yang sekarang," kata Siti dalam Refleksi Kinerja untuk Persiapan Kerja 2019 di Jakarta, Senin.

Pendanaannya, menurut Siti, akan mengambil dari APBN untuk rehabilitasi di dalam dan luar kawasan hutan, restorasi ekosistem gambut, pemulihan up land bencana longsor dan banjir, dan pemulihan kebakaran hutan dan lahan.

Sedangkan oleh korporasi, rehabilitasi hutan dan lahan seluas 482.000 ha akan dilakukan pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Corporate Social Responsibility (CSR), Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Masyarakat juga ikut serta dalam rehabilitasi hutan dan lahan melalui hutan sosial dan dinamika masyarakat seperti kegiatan adopsi pohon.

Berdasarkan data KLHK, luas lahan kritis di Indonesia mengalami perubahan di mana pada 2009 mencapai 30,1 juta ha berkurang menjadi 27,2 juta ha, sedangkan di 2018 menjadi 14,01 juta ha.

Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ida Bagus Putera Prathama mengatakan di 2019 akan lebih banyak penanaman pohon sesuai dengan permintaan Presiden. 

"Karena memang begitu luas lahannya, jika dilakukan penanaman sedikit demi sedikit seperti tidak melakukan apa-apa. Jadi harus besar biar ada dampaknya," ujar dia.

Menurut Putera, luasan yang akan ditanami di 2019 akan mencapai sekitar 206.000 ha, sedangkan biasanya sekitar 20.000 ha.

Banyak perubahan teknis yang akan dilakukan untuk kegiatan 2019. Misalnya, ia mengatakan Desember 2018 ini lelang untuk rehabilitasi hutan dan lahan sudah selesai oleh pihak ketiga, sehingga pada Januari 2019 penanaman pohon sudah dapat dimulai.

Hal teknis lain yang berubah, menurut dia, dari pembibitan, penanaman hingga perawatan dilakukan oleh satu pihak, tidak lagi terpisah-pisah. Meskipun penanaman dilakukan oleh pihak ketiga ia meyakini masyarakat akan tetap terlibat dalam proses rehabilitasi oleh pihak ketiga tersebut.

Karena kriteria rehabilitasi hutan dan lahan di 2019 ini sangat berkaitan dengan nasib bendungan, maka mau tidak mau penanaman akan banyak dilakukan seperti di Sulawesi Selatan (Sulsel), Lampung, Sumatera Utara (Sumut) di mana banyak  bendungan yang "sekarat".  

Rehabilitasi dilakukan pada 15 daerah aliran sungai (DAS) prioritas, 15 danau prioritas, daerah rawan bencana banjir dan tanah longsor, serta daerah hulu dari 65 bendungan. Dampak jangka pendek (1 tahun) RHL ini akan membuat serapan tenaga kerja secara langsung melalui pembibitan dan penanaman sekitar 9,2 juta orang,.

Sedangkan dalam jangka menengah (5 hingga 10 tahun), RHL ini dapat menambah bahan baku kayu sekitar 112,7 juta meter kubik (m3) atau setara Rp67,62 triliun.

Pada waktu bersamaan akan membantu menurunkan erosi di 15 DAS, 15 hingga 20 juta ton, serta penurunan muatan sendimentasi 2 hingga 15 ton per ha.

Dalam jangka panjang (10 hingga 15 tahun), RHL ini akan menurunkan frekuensi banjir dan tanah longsor di DAS prioritas, selain juga membantu menyerap emisi gas rumah kaca (GRK).

Baca juga: Menteri LHK: rehabilitasi hutan diisi tanaman buah
Baca juga: Pakar: cadangkan hutan adat dalam peta indikatif

 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018