New York (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan peran serta aktif pemerintah RI dalam mendorong kepedulian dunia terhadap perubahan iklim dapat mendongkrak posisi tawar Indonesia dalam berbagai kerjasama di bidang iklim. "Yang menjadi fokus kita adalah perubahan iklim, tema utama baik di tingkat PBB atau pertemuan sesama anggota pemilik hutan hujan tropis. Tujuannya adalah agar Indonesia mempunyai suara yang besar dan posisi yang lebih baik ketika kita harus melakukan kerjasama di bidang iklim ini dengan negara lain," kata Presiden Yudhoyono di Hotel Millennium UN Plaza, New York, Minggu malam atau Senin siang waktu Indonesia. Kepala Negara dijadwalkan menyampaikan sejumlah pidato mengenai perubahan iklim di berbagai forum dalam sidang umum ke-62 PBB di New York, 24-26 September. Indonesia, katanya, sekalipun adalah negara besar dengan daerah luas yang merupakan pemilik hutan tropis terbesar kedua setelah Brasil serta mempunyai sumber-sumber maritim yang melimpah, sayangnya juga dinilai sebagai penyumbang gas karbondioksida yang berbahaya bagi manusia dari kebakaran hutan dan pengelolaan bagian-bagian hutan yang tidak baik. "Tentu sangat relevan jika dalam kerja sama global kita memiliki posisi tawar yang lebih bagus," katanya, merujuk pada serangkaian citra buruk Indonesia. Pemerintah juga menyadari bahwa sebagaimana berbagai bencana yang berkaitan dengan perubahan iklim, diharapkan dengan makin kuatnya posisi dan didengarnya suara Indonesia, maka dapat diperoleh keuntungan yang nyata dari didengarnya suara Indonesia, apakah berupa bantuan ataupun transfer teknologi yang dapat menyelesaikan permasalahan perubahan iklim, tutur Kepala Negara. Presiden Yudhoyono juga mengatakan penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan negara-negara pihak Protokol Kyoto di Bali pada penghujung Desember 2007 juga merupakan salah satu pemicu keseriusan Indonesia mendorong kepedulian negara-negara di dunia pada isu perubahan iklim. Menurut Kepala Negara, keberhasilan Indonesia sebagai penyelenggara pertemuan Bali itu akan terlihat dari kemampuan Indonesia menjembatani perbedaan antara negara-negara besar dengan negera-negara berkembang. Pada Senin pagi (24/9) waktu New York, Presiden dijadwalkan mengikuti pembukaan pertemuan tingkat tinggi mengenai perubahan iklim, selain melakukan pertemuan bilateral dengan pemimpin tertinggi Denmark, Turki dan Irak guna membicarakan masalah-masalah dwipihak. Sementara itu, pada Selasa (25/9) sekitar pukul 08.45 waktu setempat Kepala Negara akan mengikuti pembukaan sidang ke-62 Majelis Umum PBB yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan dwipihak dengan Presiden Brazil, Luiz Inacio Lula Da Silva. Lalu sekitar pukul 10.55 waktu setempat Presiden Yudhoyono akan menerima kunjungan kehormatan Presiden Bank Dunia, Robert B Zoellick. Pada hari yang sama Presiden Yudhoyono juga dijadwalkan melakukan pertemuan dwipihak dengan Presiden Nigeria, Umaru Musa Yar`adua, PM Belanda, Jan Peter Balkenende, dan Sekjen PBB Ban Ki- moon. Sebagai Anggota Tidak Tetap DK PBB, maka Kepala Negara juga akan menghadiri pertemuan tingkat tinggi DK PBB di Markas Besar PBB yang akan membahas mengenai situasi keamanan dan politik di Afrika. Pada malam harinya Presiden Yudhoyono beserta rombongan akan melakukan buka bersama dengan masyarakat Indonesia di New York. Keesokan harinya Rabu (26/9) Kepala Negara akan menerima kunjungan kehormatan Direktur Jenderal ILO, Juan Somavia, sebelum bertolak ke Indonesia melalui Jepang dan Kanada. Presiden dan rombongan dijadwalkan tiba kembali di Jakarta pada Jumat (28/9) sekitar pukul 13.00 WIB. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007