Pemerintah akan mempercepat pembahasan Rancangan PP tentang Gratifikasi dan PP tentang Inspektorat untuk memperkuat pengawasan internal pemerintah. 
Jakarta (ANTARA News)  - Pemerintah terus memperluas pemanfaatan teknologi informasi dalam melawan dan mencegah praktik korupsi di Tanah Air. 

"Melawan korupsi di zaman canggih ini juga harus dilakukan dengan cara canggih," kata Deputi II Kantor Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho dalam diskusi cerdas dan canggih melawab korupsi di Gedung Kantor Kepresidenan Jakarta,  Senin. 

Yanuar menyebutkan pemerintah telah menyelesaikan tiga produk hukum dalam mempercepat pemberantasan korupsi yaitu Inpres Nomor 7 Tahun 2015, Inpres Nomor 10 Tahun 2016 dan Perpres Nomor 54 Tahun 2018.

Ia menyebutkan dalam Inpres 7 Tahun 2016, ada 96 aksi antikorupsi dan 31 di antaranya mendorong pemanfaatan teknologi informasi mulai dari layanan paspor daring untuk memberantas pungli paspor,  pengadaab barang dan jasa secara daring hingga modernisasi tekonologi ibformasik untuk mendorong penerimaan negara bukan pajak. 
 
Pada Inpres Nomor 10 Tahun 2016, dari 31 aksi melawan korupsi,  setidaknya sembilan aksi memanfaatkan teknologi. 

Misalnya pertukaran data perpajakan,  integrasi perencanaan dan penganggaran serta implementasi transaksi non tunai di seluruh kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.  

"Saat ini transaksi pemerintah di semua instansi dan pemda sudah dilakukan secara online dan nontunai," katanya. 

Puncaknya pada revisi Perpres 55/2012 tentang Anti Korupsi menjadi Perpres 54/2018 tentang Pencegahan Korupsi yang menetapkan 11 aksi di mana sembilan aksi memanfaatkan teknologi informasi. 

"Dari Perpres itu,  lima menteri mendatangani SKB yang menetapkan 11 aksi,  sembilan aksi di antaranya hanya akan sukses jika memanfaatkan teknologi informasi mulai dari implementasi online single submission, implementasi satu peta dan 'beneficial ownership' hingga pemberian bansos dan subsidi berdasarkab NIK,  integrasi data impor pangan serta intergrasi perencanaan dan penganggaran berbasis elektronik," katanya. 

Yanuar mengatakan pemerintah akan terus berkolaborasi dengan KPK dan aparat penegak hukum sesuai amanat Perpres 54/2018.

Kolaborasi itu akan fokus ke sektor sektor kunci yaitu penerimaan negara,  perizinan,  reformasi birokrasi, dan penegakan hukum. 

"Ke depan pemerintah juga akan mempercepat pembahasan Rancangan PP tentang Gratifikasi dan PP tentang Inspektorat untuk memperkuat pengawasan internal pemerintah. 

Sementara itu praktisi hukum Ruhut Sitompul mengatakan pemberantasan korupsi harus seiring sejalan dengan pencegahan korupsi.  

"Ada yang bilang supaya upaya pencegahan lebih dikedepankan daripada pemberantasan,  menurut saya harus seiring sejalan," tagasnya. 

Ia juga menilai pemerintah saat ini tidak pernah melakukan intervensi dalam penanganan kasus korupsi oleh penegak hukum. 

"Kemarin Mensos kena,  Ketua DPD yang dulu juga kena, dirjen,  gubernur, bupati.  Jangan bilang kalau banyak ditangkap kemudian banyak korupsi," katanya.  

Sementara itu pakar manajemen Rhenald Kasali mengatakan saat ini KPK di bawah pimpinan Agus Rahardjo juga mengedepankan pemanfaatan teknologi informasi dalam melawan korupsi. 

Ia mengungkapkan dirinya diminta membantu KPK dalam menetapkan Penasihat KPK. 

"Dari tiga penasihat KPK yang ditetapkan, dua diantaranya adalah ahli teknologi informasi, " katanya.
 

Pewarta: Agus Salim
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019