Yangon (ANTARA News) - Puluhan ribu orang bergabung dengan para pendeta Buddha dalam pawai di bekas ibukota Myanmar, Yangon, Senin, dalam unjuk-rasa terbesar untuk menentang para jenderal yang berkuasa sejak mereka menggilas protes pimpinan mahasiswa hampir 20 tahun lalu. "Saya sangat bergairah dan jujur saja, saya juga khawatir," kata seorang guru saat ia menyaksikan pengunjuk-rasa di Yangon yang menentang 45 tahun kekuasaan tentara yang telah membuat miskin negara dengan 53 juta warga di Asia Tenggara tersebut. Seorang pejabat senior AS mengatakan Presiden George W. Bush berencana mengumumkan sanksi baru terhadap penguasa militer di Myanmar dan menyerukan dukungan bagi perubahan politik di negeri itu, yang dulu dikenal dengan nama Burma, selama pidato di PBB, Selasa. Uni Eropa mendesak junta di Myanmar agar memperlihatkan "penahanan diri sepenuhnya" dalam menangani demonstrasi tersebut. "Kami berharap rejim itu akan menggunakan kesempatan ini untuk melancarkan proses pembaruan politik yang sesungguhnya," kata Cristina Gallach, wanita jurubicara bagi Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Javier Solana. Protes dilaporkan berlangsung di tempat lain di Myanmar, sementara penduduk Sittwe mengatakan tampaknya semua lebih dari 100.000 orang di kota kecil di pantai barat-laut Myanmar tersebut berpawai bersama para biksu. "Saya tak pernah menyaksikan kerumunan orang sebanyak ini dalam hidup saya," kata seorang warga. Di Mandalay, 10.000 biksu dan orang turun ke jalan-jalan. Demonstrasi juga berlangsung di Bago, tepat di utara Yangon. Tak ada tanda kerusuhan, tapi desas-desus beredar mengenai penindasan yang bakal dilakukan oleh junta. Penguasa militer Myanmar, yang telah berdiam diri sejak protes oleh biksu dimulai enam hari lalu, mengancam mereka dengan tindakan hukum, demikian Reuters.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007