New York (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali menekankan arti penting kepedulian pada isu perubahan iklim, dengan menyeru kepada dunia internasional agar turut terlibat dalam upaya menghindarkan dampak dari perubahan iklim. Presiden Yudhoyono menyampaikan seruannya ketika berpidato dalam acara debat umum sidang ke-62 Majelis Umum PBB di Markas Besar PBB di New York, Selasa petang waktu setempat atau Rabu pagi waktu Indonesia. Presiden kemudian mencontohkan serangkaian bencana alam yang melanda Indonesia selama beberapa waktu terakhir, yang antara lain diakibatkan oleh ketidaktepatan pergeseran musim. Dalam pidatonya yang berlangsung selama 12 menit itu Presiden Yudhoyono juga berharap agar konferensi ke-13 Negara Pihak dari Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCC) di Bali akhir tahun ini dapat mewujudkan suatu zona kesepakatan. Menurut Presiden Yudhoyono, penanganan mengenai isu perubahan iklim harus segera dilakukan karena perubahan dunia menuju arah itu tidak dapat dihentikan lagi. Presiden Yudhoyono kemudian merujuk pada sejumlah kasus bencana yang terjadi akibat perubahan kondisi lingkungan. Presiden Yudhoyono juga berharap pertemuan Bali nantinya dapat merumuskan suatu kerangka dasar kesepakatan baru untuk menggantikan Protokol Kyoto yang mandatnya akan segera berakhir. Indonesia selaku tuan rumah UNFCC akan membawa tujuh agenda dalam pertemuan tersebut, yaitu adaptasi, migitasi, CDM (Clean Development Mechanism), mekanisme finansial, pengembangan teknologi dan kapasitas, pengurangan deforestasi (perusakan hutan), serta pasca 2012 atau pasca Kyoto Protocol. Selain Presiden Yudhoyono, Presiden Brazil Luis Inacio Lula Da Silva dan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy yang juga menyampaikan pidatonya pada hari pertama sidang majelis umum PBB juga mengangkat isu yang sama, yaitu perubahan iklim. Selain isu mengenai terosrisme dan pelanggaran HAM, maka isu perubahan iklim adalah salah satu pokok bahasan yang banyak disampaikan oleh sejumlah kepala negara atau pemerintahan. Bahkan Sekjen PBB, Ban Ki-moon mengawali pidato pembukaannya dengan menyebutkan mengenai perlunya pertemuan tentang perubahan iklim di Bali Desember mendatang. Usulan untuk memelihara lingkungan dan menciptakan harmonisasi yang selaras antara kehidupan manusia dan alam hingga pada isu pemenuhan kebutuhan pangan mewarnai pokok bahasan perubahan iklim. Bush soroti HAM Sementara itu, Presiden AS George W Bush yang tampil sebagai pembicara kedua setelah Presiden Brazil justru lebih banyak mengemukakan masalah penegakan hak asasi manusia, kebebasan bicara, demokratisasi dan menentang aksi terorisme di berbagai negara di dunia. Bush juga menunjuk sejumlah negara yang oleh pemerintahannya dinilai tidak memenuhi kesepakatan internasional mengenai pelindungan HAM. Presiden Iran Mahmoud Ahmaddinejad yang tampil sesaat sebelum Presiden Yudhoyono lebih banyak menyampaikan pandangannya mengenai konflik di Timur Tengah dan ketidakpedulian organisasi internasional pada kelangsungan rakyat sipil yang terjebak dalam konflik tersebut. Presiden Iran yang sehari sebelumnya memberikan pidato di Universitas Columbia AS itu menjadi pusat perhatian berbagai wartawan dari seluruh penjuru dunia yang meliput acara itu. Pada kesempatan itu, Ahmaddinejad menyampaikan pidato selama lebih dari batas ketentuan yang dianjurkan oleh PBB yaitu 15 menit. Temu WNI Setelah menghadiri rangkaian acara di markas besar PBB, Presiden Yudhoyono bersama Ibu Negara Ani Yudhoyono kemudian melakukan buka puasa bersama dengan sejumlah tokoh WNI yang tinggal di AS. Lokasi buka puasa bersama dilakukan di Konsulat Jenderal RI di New York. Dalam acara buka bersama itu, Presiden Yudhoyono yang mengenakan batik lengan panjang warna biru memberikan penjelasan kepada para WNI mengenai situasi di Indonesia saat ini. Kepala Negara juga melakukan dialog dengan para WNI, yang antara lain ada yang menanyakan mengenai status dwi kewarganegaraan di Indonesia. (*)

Copyright © ANTARA 2007