Jakarta (ANTARA News) - Menakertrans Erman Suparno menyatakan heran dengan sikap sejumlah serikat pekerja yang menolak rencana penerbitan Peraturan Pemerintah (RPP) Pesangon karena RPP itu bertujuan melindungi pekerja. "Saya heran, mengapa pekerja tidak mau dilindungi," kata Erman di ruang rapatnya, di Jakarta, Kamis. Tarik ulur diterbitkannya RPP pesangon itu diakui membuatnya pusing. Erman kini tidak berani memastikan kapan RPP disahkan. "Semuanya telah melalui proses panjang dan bertahap. Sekarang sudah di Wapres. Saya tidak bisa memastikan kapan selesainya. Pokoknya secepatnya," katanya Erman. Dijelaskannya, penerbitan PP Pesangon untuk melindungi pekerja jika terjadi PHK. Dia tidak ingin pekerja ter-PHK bernasib sama dengan eks pekerja PT Timah, Texmaco, DI, Dongyang, Spotec yang tidak menerima pesangon saat perusahaannya bubar. Saat ini terdapat 60.000 pekerja yang tidak mendapat pesangon oleh perusahaannya. Nilai pesangon yang tidak bisa dibayar itu mencapai Rp 450 miliar hingga Rp 500 miliar. "Pekerja tidak mau kan seperti ini?" kata Erman. Menurut dia, sejumlah serikat pekerja yang menyatakan penolakan RPP kepada media massa, karena belum paham benar apa maksud dari dikeluarkannya RPP tersebut. "Kita kan ingin melindungi pekerja. Dan RPP itu tidak diskriminatif karena pekerja yang bergaji di atas Rp5,5 juta juga berhak mendapat pesangon sesuai UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," katanya. Karena itu dia meminta serikat pekerja jangan asal menolak tetapi harusnya juga memberikan solusi dan tidak langsung mengancam demo serta mogok. Mengenai kebijakan pesangon sebesar lima kali pendapatan tidak kena pajak (PTKP), Erman mengatakan itu hanya faktor pengali jaminan pesangon bagi pekerja yang 99 persen bergaji di bawah Rp5 juta. Ketentuan ini juga menjadi pengaman bagi pekerja yang bergaji di atas Rp5 juta. Ia mencontohkan, jika ada pekerja bergaji Rp10 juta, maka perusahaan sudah mencadangkan dana PHK-nya yang sebesar Rp5,5 juta dengan membayar iuran PHK sebesar tiga persen perbulan. Menurut dia, pembayaran PHK dari sisa upahnya tadi tetap wajib dibayar perusahaan saat perusahaan itu dinyatakan pailit. "Jadi pekerja yang berupah di atas Rp5,5 juta tetap bisa menikmati sebagian pesangon PHK-nya dengan perhitungan lima kali PTKP tadi, sisanya dihitung setelah perusahaan pailit. Nah dari pada tidak dapat apa-apa, kan lebih baik dengan adanya RPP ini," katanya. Menjawab pertanyaan wartawan tentang pembayaran sisa upah yang diragukan serikat pekerja, Erman menjaminnya karena menurut dia sudah diatur dalam UU No.13/2003. "Sanksi bagi perusahaan yang tidak membayar pesangon sudah jelas dalam UU No.13/2003, jadi tidak perlu takut tidak dibayar," katanya. Ia menambahkan, pengusaha perlu ketenangan berusaha, dan dengan adanya PP yang mewajibkan mereka membayar iuran sebenarnya bisa mengurangi beban pajak. Karena iuran wajib tadi menjadi biaya sehingga tidak kena pajak. Selain itu neraca perusahaan juga menjadi baik karena tidak tercantum hutang pembayaran pesangon. Sebelumnya, sebanyak 13 organisasi pekerja mempertegas sikap mereka untuk menolak rencana penerbitan Peraturan Pemerintah (RPP) Pesangon. Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sjukur Sarto, bersama pengurus 13 organisasi pekerja mengatakan berdasarkan informasi yang diterimanya dalam waktu dekat pemerintah akan segera menerbitkan RPP Pesangon. "Jika, hari ini pemerintah menerbitkan RPP itu maka seminggu kemudian kami akan turun ke jalan," kata Sjukur. Ditambahkannya, Rabu kemarin (26/9) masing-masing organisasi serikat pekerja akan mengirim surat penolakan ke Menakertrans, Wapres dan Presiden RI. Sejumlah 13 organisasi pekerja itu antara lain, KSPSI, Konggres Serikat Pekerja Indonesia, LEM, RTMM, Sarbumusi, dan SP BUMN.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007