Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi II DPR, Drs Hadimulyo MSc, menilai manuver sejumlah anggota DPR lintas fraksi yang rata-rata berusia di bawah 50 tahun dan tergabung dalam Koalisi Muda Parlemen Indonesia (KMPI) patut diapresiasi, menyusul pengumuman terbentuknya Kabinet Bayangan gagasan mereka. "Meski kabinet bayangan lazimnya hanya ada di dalam sistem demokrasi parlementer, dan bukan dalam sistem presidensiil (seperti yang dianut Indonesia), tetap harus diapresiasi. Manuver politik para anggota Dewan seperti diungkapkan oleh para penggagasnya adalah karena mereka merasa gelisah menyaksikan jalannya pemerintahan SBY-JK yang dinilai lamban," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat. Terlepas dari apa yang dikemukakan mereka secara terbuka, kata anggota Fraksi PPP daerah pemilihan Jawa Tengah III (Pati, Rembang, Blora, Grobogan, itu, ada beberapa hal yang sedikit banyak bisa menjelaskan manuver tersebut. Pertama, mungkin saja mereka melihat kekurangseriusan PDI Perjuangan (PDIP) melalui fraksinya di DPR yang selama ini masih kelihatan malu-malu untuk mengekspresikan sikap oposisinya, dalam artian, F-PDIP tidak sampai ke pembentukan kabinet bayangan yang anggotanya diumumkan secara terbuka, meski mungkin secara diam-diam sudah menuju ke arah sana. Kedua, mungkin saja mereka ini -- yang banyak di antaranya adalah aktivis mahasiswa di awal era reformasi -- kurang diberi kesempatan oleh pimpinan partai masing-masing dan dianggap belum saatnya untuk berperan. Oleh karena itu, mereka bermanuver untuk menunjukkan "protes" kepada para senior mereka yang masih bercokol di kepemimpinan oligarkis partai masing-masing. "Ini tentu akan menjadi persoalan tersendiri. Masalahnya, adalah bagaimana hubungan mereka ini nantinya dengan fraksi-fraksi dari mana mereka berasal. Bukankah fraksi-fraksi DPR adalah perpanjangan tangan dari kebijakan partai dalam parlemen? Bukankah di antara mereka yang diplot menjadi menteri dalam kabinet bayangan tersebut berasal dari partai yang juga ikut duduk dalam pemerintahan," kata master lulusan Department of Sociology-Anthropology, Ateneo de Manila, Quezon City, Filipina, itu. Ketiga, mereka merasa tidak puas dengan keberadaan, mekanisme, dan fungsi alat-alat kelengkapan Dewan (komisi, sub-komisi, dan badan-badan) yang selama ini dinilai kurang maksimal dalam melakukan pengawasan. Komisi dan subkomisi beranggotakan beberapa orang sehingga mereka menilai kurang fokus. Intinya, anggota kabinet bayangan nanti akan memfokuskan pengawasan pada bidang tertentu sesuai dengan posisinya. Hanya saja, masalahnya para menteri bayangan yang ada, tidak semuanya duduk dalam komisi yang mempunyai pasangan kerja dengan departemen atau kementerian yang ada. Keempat, kabinet bayangan ini berpotensi secara efektif sebagai "Cabinet Watch", yang mengawasi kinerja kabinet sekarang ini, seraya memberikan alternatif strategi atau kebijakan pembangunan di bidang masing-masing. Masalahnya, siapa yang menjadi pemimpinnya, yang "head-to-head" mengawasi kinerja Presiden langsung, karena para menteri kabinet hanyalah pembantu Presiden. Kesimpulannya, seperti halnya PDIP, mereka masih malu-malu juga, meski yang terakhir ini sudah mengumumkan siapa calon presidennya untuk 2009 mendatang, demikian Hadimulyo. (*)

Copyright © ANTARA 2007