Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah RI meminta Myanmar segera menyelesaikan masalah aksi-aksi unjukrasa anti pemerintahan di Yangoon, Ibukota Myanmar yang telah menewaskan sembilan warga sipil. "Apa yang terjadi di Myanmar saat ini merupakan masalah internal mereka. Tetapi RI minta supaya hal itu diselesaikan dengan sebaik-baiknya," kata Wapres Jusuf Kalla dalam jumpa pers usai salat Jumat di Kantor Wapres Jakarta. Kalla mengatakan, Indonesia bersama dengan negara-negara ASEAN lainnya telah lama meminta keterbukaan dari Junta Militer Myanmar tentang konflik yang terjadi di negara itu. Dia menambahkan, Myanmar harus lebih terbuka dan demokratis untuk dapat menyelesaikan segala persoalan dalam negerinya, sehingga tidak sampai menimbulkan korban yang begitu banyak di masyarakat. "Kita sudah lama meminta itu (keterbukaan). Dan dengan kejadian ini, diharapkan Pemerintah Myanmar akan benar-benar memperhatikannya meski apa yang terjadi merupakan masalah internal mereka," kata Jusuf Kalla. Sebelumnya, diberitakan bahwa sembilan orang termasuk wartawan Jepang tewas, Kamis (27/9) saat aparat keamanan Myanmar membubarkan para pengunjuk rasa di Yangoon. Myanmar dalam beberapa hari terakhir ini dilanda ketegangan setelah ribuan pengunjuk rasa bersama para pendeta Budha turun ke jalan-jalan di Yangoon. Kepolisian Myanmar diberitakan telah menahan sekitar 200 biksu, sementara tentara dan polisi Myanmar menindak tegas para pemrotes terhadap pemerintah antara lain dengan melepaskan tembakan peringatan terhadap para pemrotes yang membuat orang-orang berlarian mencari tempat berlindung. Ketegangan yang meningkat di Myanmar telah menarik perhatian Sidang Majelis Umum PBB yang sedang berlangsung di Markas PBB di New York, Amerika Serikat, Rabu (26/9). Sekjen PBB Ban Ki-moon dan beberapa pemimpin dunia meminta junta militer Myanmar menahan diri dari tindakan kekerasan. Presiden AS George W. Bush, dalam pidato di Sidang Majelis Umum, menyeru semua negara agar "membantu rakyat Burma memperoleh kembali kebebasan mereka" dan mengumumkan sanksi baru atas para jenderal, keluarga dan pendukung mereka. Uni Eropa, yang memiliki 27 anggota, menyatakan perhimpunan itu akan "memberlakukan kembali dan memperkuat" sanksi terhadap para penguasa Myanmar kalau demonstrasi tersebut dipadamkan dengan penggunaan kekuatan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007