Dari poligami hingga keuntungan yang menanti Indonesia selaku tuan rumah konferensi internasional tentang perubahan iklim di Bali akhir tahun ini, itulah topik dialog ringan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan anggota rombongannya dalam perjalanan pulang ke Jakarta setelah mengikuti serangkaian kegiatan di Markas Besar PBB, New York, 22-26 September 2007. Suasana santai yang telah terbentuk sejak awal acara yang didahului oleh menyanyi bersama itu membuat Presiden Yudhoyono menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan dengan lebih santai dan personal, jauh dari kesan formal sehingga beberapa kali Presiden harus mengucapkan kata off the record untuk mengingatkan para wartawan bahwa sebagian isi percakapan tersebut tidak untuk konsumsi publik. Sambil berdiri di tengah-tengah lambung pesawat airbus A330-341 yang membawa rombongan kepresidenan dari Bandara John F Kennedy, New York menuju Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kepala Negara menjelaskan semua pertimbangan di balik sejumlah keputusannya. Sementara itu, para anggota rombongan pun berdiri mengelilingi Presiden Yudhoyono yang saat itu mengenakan baju hangat berwarna abu-abu dengan motif balok-balok intan dan celana gelap, setelah sebelumnya lebih suka berdiam di kursi masing-masing untuk tidur karena waktu puasa yang jauh lebih panjang dari seharusnya. Di ketinggian 10.400 kaki di salah satu titik di atas Samudra Pasifik, Presiden Yudhoyono menjelaskan alasan di balik sejumlah kebijakannya dengan didampingi Menko Kesra Aburizal Bakrie, Seskab Sudi Silalahi dan jubir kepresidenan Andi Mallarangeng. Obrolan ringan yang berlangsung sekitar 20 menit itu dimulai dengan penjelasan Kepala Negara mengenai alasan Indonesia menyatakan kesiapannya untuk menyelenggarakan konferensi di Bali. Menurut Kepala Negara, Indonesia memiliki kepentingan untuk meningkatkan citra di dunia internasional. Dengan mengundang delegasi asing ke Indonesia maka kesenjangan antara fakta dan informasi yang beredar dapat diatasi karena perwakilan asing itu dapat melihat secara langsung kondisi Indonesia. Kepala Negara kemudian merujuk pada suatu peristiwa dimana terjadi unjuk rasa kepada delegasi Indonesia di luar negeri atas kasus Aceh padahal kasus Aceh sudah terselesaikan dengan adanya MoU Helsinki. Disebutkan juga mengenai bagaimana perekonomian dan pariwisata Bali akan terdongkrak dengan kehadiran 10 ribu delegasi asing itu. Selain pertemuan Bali, Presiden Yudhoyono juga bertutur mengenai kiprah Indonesia di kancah internasional yang berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Sebagaimana diketahui Indonesia berhasil terpilih menjadi anggota sembilan badan PBB dengan suara mayoritas atau didukung lebih dari 160 anggota PBB, salah satu yang sangat bergengsi adalah menjadi anggota tidak tetap DK PBB periode 2007-2009. Beberapa waktu terakhir Indonesia juga aktif menjalin kerjasama dengan banyak negara, tidak terbatas pada dunia barat saja. Hal tersebut, diakui Presiden Yudhoyono boleh jadi membuat gerah beberapa pihak, tapi Indonesia berhak menentukan pilihan untuk bebas, tidak tergantung pada satu pihak tertentu. Terkait proses penegakan hukum di Indonesia, Kepala Negara menegaskan bahwa pemerintah memiliki komitmen yang kuat untuk itu. "Jika ada pelaku unjuk rasa ditangkap dan diproses secara hukum, itu bukan karena sikap politiknya melainkan karena tindak kriminalnya, misal unjuk rasa sambil membakar," ujarnya. Kepala Negara bertutur tentang keseriusan Indonesia menangani isu korupsi. Namun presiden juga mengatakan upaya pemberantasan korupsi hendaknya tidak bersifat kontra produktif. Pemberantasan korupsi harus dilakukan di segala lapisan, tapi para penegak hukum yang over-acting juga harus ditertibkan. Pada kesempatan itu Kepala Negara juga mengingatkan para wartawan untuk tidak menghakimi seseorang sebelum terbukti bersalah karena setiap orang berhak dilindungi kehormatannya. Ia kemudian mencontohkan bahwa media terkadang telah menurunkan berita tokoh X korupsi sekian miliar, padahal belum lagi terbukti di pengadilan. Presiden juga memberikan ilustrasi bagaimana dahulu media memberitakan tuduhan poligami yang dilakukannya seolah-olah itu benar terjadi. Sementara cuaca di luar pesawat mulai gelap dan matahari mulai turun ke peraduannya, karena jam telah menunjukkan pukul 18,45 waktu setempat, dialog terus makin ramai. Kepala Negara bertutur tentang harapannya pada mekanisme desentralisasi kekuasaan, sistem identitas tunggal dan negara yang menjadi patokannya dalam membangun Indonesia. Presiden Yudhoyono juga berkomentar singkat mengenai sistem multi partai yang saat ini ada di Indonesia, dimana setiap orang dengan mudah mendirikan partai baru jika kepentingannya tidak diakomodasi oleh partainya sehingga banyak perpecahan suatu partai menjadi dua atau tiga partai baru serta mudahnya suatu partai yang kalah di pemilihan sebelumnya mengubah nama partainya dan maju kembali. Namun, keadaan tersebut diyakini akan berubah, partai-partai itu akan berguguran, sehingga tersisa dua sampai tiga partai besar dan sejumlah partau kecil. "Ini adalah suatu proses yang wajar," kata Kepala Negara seraya mengakhiri obrolan itu yang disambut dengan tepukan tangan rombongan kepresidenan. Kepala Negara dengan disertai para menteri kabinet dan ajudannya kemudian bergerak menuju kabin VVIP pesawat untuk beristirahat, sementara itu para wartawan memikirkan cara tercepat guna mengirimkan informasi ke Jakarta, mengingat posisi saat itu masih 10 ribu kilo meter lebih dari ibukota Indonesia itu. (*)

Oleh Oleh Gusti NCB Aryani
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007