Jakarta, 24/1 (Antara) - Jaksa Penuntut Umum KPK mengungkap catatan perjalanan pengacara Lucas ke Singapura pada 2016, salah satunya terbang bersama dengan mantan Ketua DPR Setya Novanto.

"Ada 2 penerbangan yang tercatat di general declaration itu sama dengan manifest, ada dari Halim ke Seletar pada 2016, itu di Singapura," kata Manager Fixed-Base Operator (FBO) dan ground handling PT Wira Nusantara Christine Sudiro di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, menjawab pertanyaan Jaksa.

Christine pada kesempatan itu bersaksi untuk Lucas selaku pengacara yang didakwa membantu pelarian Eddy Sindoro. Eddy Sindoro terdakwa dugaan tindak pidana korupsi memberi hadiah panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait dengan pengurusan perkara di PN Jakpus sejak 2016 sempat kabur ke luar negeri, sebelum menyerahkan diri.

Christine mengatakan, nama Lucas tercatat dalam manifest penerbangan dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, ke Bandara Selatar, Singapura, dua kali. Salah satunya Lucas tercatat dalam manifes terbang bersama Setya Novanto, Fadd El Fouz, Rani Mediana, Robert Kardinal, Wiwiek Kardinal, Idrus Marham, Deasti Astriani Tagor, Geovani Farel Novanto, Juli Salamira dan Rara Radiha El Fouz.

Selanjutnya, pada 23 Agustus 2018 juga diperoleh general declaration yang diterbitkan Jet Aviation Singapore dari penerbangan dari Seletar ke Halim. "Yang berangkat Lucas, M Riza Chalid, Intan Maharani, Aprista Lawrence," ungkap Christine.
   
Dalam kesempatan tersebut, Jaksa KPK Abdul Nasir menanyakan kepada Christine apa kepentingan Lucas dalam satu pesawat privat dengan Ketua DPR waktu itu, Setya Novanto.

"Saya tidak tahu Pak," jawab Christine.

Christine juga mencatat penerbangan pada 29 Mei 2018 yang berisi 14 nama, tapi tidak ada nama Lucas di situ.
 
Sementara itu, sebagaimana disebut dalam dakwaan, Lucas didakwa mengatur agar saat Eddy mendarat di bandara Soekarno Hatta langsung dapat melanjutkan penerbangan keluar negeri tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi. Lucas menghubungi sekretaris Komisaris Air Asia Dina Soraya untuk mengatur hal tersebut. Dina lalu menghubungi ground staff Air Asia Dwi Hendro Wibowo alias Bowo.
   
Bowo dan Duty Executive PT Indonesia Air Asia Yulia Shintawati lalu menjemput Eddy, Jimmy dan Michael di depan pesawat menggunakan mobil AirAsia langsung menuju Gate U8 terminal 3 tanpa melalui pemeriksaan imigrasi, dimana Ridwan telah mempersiapkan "boarding pass" mereka. 
   
Eddy Sindoro dan Jimmy pun dapat langsung terbang ke Bangkok tanpa diketahui pihak Imigrasi.

Eddy Sindoro saat ditetapkan sebagai tersangka pada 21 November 2016 oleh KPK sudah berada di luar negeri. Eddy sempat dideportasi dari Malaysia ke Indonesia pada Agustus 2018 karena menggunakan paspor Republik Dominika palsu, namun berhasil kabur kembali ke luar negeri. Eddy Sindoro akhirnya menyerahkan diri kepada KPK pada Oktober 2018.

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2019