Jakarta (ANTARA News) - Kurs Rupiah terhadap dolar AS di Pasar Spot Antar Bank Jakarta, Senin sore naik tajam mendekati level Rp9.050 per dolar AS, karena membaik pasar uang regional akibat melemahnya dolar AS. Nilai tukar rupiah naik tajam menjadi Rp9.085/9.090 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu Rp9.137/9.145 per dolar AS atau menguat 52 poin. Pengamat pasar uang dari Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan di Jakarta mengatakan, menguatnya pasar uang regional merupakan faktor penentu bagi rupiah terus bergerak naik hingga menembus level Rp9.100 per dolar AS. Rupiah bahkan diperkirakan akan bisa mencapai level Rp9.000 per dolar AS sampai akhir tahun ini, katanya. Rupiah, lanjut dia paling tidak minimal bisa mencapai level Rp9.050 per dolar AS. Pelaku pasar saat ini sedang memfokuskan perhatiannya terhadap pertemuan bank sentral AS pada awal bulan ini yang akan kembali membahas tingkat suku bunganya. Pertemuan The Fed itu diharapkan akan mengeluarkan pernyataan positif terhadap suku bunga, yang akan mendorong rupiah berlanjut menguat lagi, ucapnya. Jadi peluang rupiah untuk bisa naik lebih jauh cukup besar yang didukung pula oleh masuknya investor asing ke dalam negeri menginvestasikan dananya, tambahnya. Menurut dia, dalam kondisi ini diharapkan Bank Indonesia (BI) aktif menjaga dan mengamati pergerakan rupiah karena kenaikan yang cepat dikhawatirkan akan mudah menekan rupiah kembali terkoreksi. Rupiah ketika berada pada kisaran Rp9.135-Rp9.145 cenderung fluktuasi, suatu saat naik atau turun, hal ini dinilai bagus, karena ada yang menahan kenaikan rupiah lebih lanjut, katanya. Ditanya mengenai dolar AS, ia mengatakan, dolar AS berada di atas level 114 yen sedikit berubah dari hari Jumat. Euro diperdagangkan pada 1,4270-4275 dolar dan 163,90-95 yen. Di Tokyo, yen mendapat dukungan dari perkiraan kepercayaan bisnis yang dirilis pagi oleh Bank Sentral Jepang (BoJ). Ia mengatakan, peluang bank sentral AS (The Fed) untuk menurunkan kembali suku bunganya cukup besar melihat pertumbuhan ekonomi AS yang makin melambat. Apabila The Fed jadi menurunkan suku bunganya, maka untuk sekian kali The Fed telah mengabaikan inflasi yang cenderung meningkat. "Melambatnya ekonomi AS sangat mengkhawatirkan negara-negara Asia yang hasil produknya diekspor ke negara tersebut," ucapnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007