Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Partai Matahari Bangsa (PP PMB), Imam Addaruqutni, menilai kehadiran Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso sebagai capres 2009, merupakan bentuk dari demokrasi karitatif yang lebih mengedepankan kesanggupan penyediaan dana. "Sutiyoso sendiri tidak memiliki partai, namun mencalonkan sebagai presiden dan mungkin akan ada lagi tokoh lain yang serupa," katanya di sela-sela acara buka puasa bersama PP PMB dengan wartawan, di Jakarta, Selasa. Menurut dia, dengan majunya Sutiyoso sebagai calon presiden di satu sisi memang bagus, namun di sisi lainnya memprihatinkan, mengingat di tengah-tengah masyarakat yang terpuruk mampu memainkan psikologi massa. Secara kemampuan, dikatakannya Sutiyoso lebih cocok untuk masyarakat perkotaan saja, sedangkan untuk kondisi Indonesia yang agraris tidak cocok untuk menjadi presiden. Bentuk demokrasi karitatif tersebut, kata dia, merupakan bentuk kegagalan pemerintah di era reformasi saat ini, karena tidak membangun kecerdasan masyarakat. "Ini juga merupakan bentuk kegagalan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono/Jusuf Kalla dalam mencerdaskan bangsa," katanya. Sebelumnya dilaporkan, Sutiyoso, Gubenur DKI Jakarta yang akan mengakhiri tugasnya memimpin pemerintahan Jakarta pada akhir pekan ini, menyatakan siap untuk menghadapi siapa pun yang akan melaju menjadi calon presiden (capres) pada pemilihan presiden 2009. Dalam deklarasi politiknya yang disampaikan di depan ratusan pendukungnya dari berbagai kalangan di Jakarta, Senin, Sutiyoso mengemukakan ketika ia menyatakan siap mencalonkan diri sebagai presiden RI periode 2009-2014, maka dengan sendirinya siapa pun figur yang juga akan melaju tentu akan dihadapinya. "Soal berhadapan dengan figur siapa pun, saya berani. Biar masyarakat yang menilai," kata Sutiyoso. Saat mendeklarasikan keinginannya untuk mencalonkan diri sebagai presiden, ia menyampaikan ada lima hal yang membuat ia bersedia maju sebagai capres 2009. "Masa lampau merupakan kerja kita semua, masa depan juga harus kita bangun bersama. Oleh karena itu, kita perlu menghargai nilai-nilai lama yang baik dan menyerap nilai-nilai yang baru," tambahnya. (*)

Copyright © ANTARA 2007