Surabaya (ANTARA News) - Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Surabaya akan mengajukan uji materiil (judicial review) terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN), terutama pasal 40 menyangkut larangan pejabat publik menjadi pengurus KONI. Rencana pengajuan judicial review itu disampaikan Ketua Umum KONI Surabaya Saleh Ismail Mukadar kepada wartawan di Surabaya, Rabu, usai rapat koordinasi persiapan Pekan Olahraga Propinsi (Porprop) Jatim 2007. "Saat ini, bahan-bahan untuk pengajuan judicial review sedang disusun oleh tim KONI Surabaya dan rencananya setelah lebaran akan disampaikan ke Mahkamah Konstitusi," katanya. Didampingi Komisi Hukum KONI Surabaya Mohammad Sholeh SH, ia mengatakan larangan pejabat publik menjadi pengurus KONI yang efektif diterapkan mulai Februari 2008, dinilai tidak berdasar dan bisa menghambat kemajuan olahraga di Indonesia. "Dunia olahraga masih sulit dipisahkan dari kekuasaan, karena kekuasaan itu punya peranan penting dalam memajukan dunia olahraga," kata Saleh. Ketua Komisi E DPRD Jatim ini menegaskan sebagian besar ketua KONI propinsi atau kabupaten/kota dipegang oleh pejabat publik atau kalangan birokrat. Selain bisa menjadi motivator dalam memobilisasi masyarakat untuk cinta olahraga, pejabat publik juga mampu mendorong dunia usaha menjadi rekanan dalam mensponsori kegiatan olahraga atau menjadi bapak asuh. "Yang penting lagi, belum pernah ada pejabat publik yang tersangkut hukum karena menyalahgunakan kekuasaan saat aktif menjadi pengurus KONI. Karena itu, larangan yang tecantum dalam UU SKN harus dianulir," tegas Saleh Mukadar. "Kami juga tidak yakin kalau pejabat publik atau birokrat dilarang berkecimpung di KONI, dunia olahraga bisa lebih baik. Beberapa tahun ini, prestasi olahraga nasional kita terus menurun," katanya. Komisi Hukum KONI Surabaya, Mohammad Sholeh menambahkan, pihaknya akan menggalang dukungan dari KONI propinsi atau kabupaten/kota di Indonesia dalam pengajuan uji materiil tersebut. "Kalau pun judicial review itu ditolak Mahkamah Konstitusi, bukan berarti pejabat publik yang ada di KONI harus mundur. UU SKN sendiri tidak mencantumkan sanksi bagi mereka yang melanggar. Istilahnya, UU SKN seperti macan ompong," kata pengacara muda itu. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007