Singapura (ANTARA News) - Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, PBB, Ibrahim Gambari yang membawa misi khusus untuk mengangani krisis di Myanmar Rabu bertemu dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong setelah melakukan tugasnya berrada di Myanmar selama empat hari guna mengakhiri aksi kekerasan aparat pemerintah terhadap para pengunjuk rasa. Dalam kunjungan di Myanmar Gambari telah bertemu dengan pimpinan militer tertinggi Jendral Tan Shwe, dan pemimpin gerakan pro demokrasi Aung San Su Kyi sebelum tiba di Singapura Selasa malam dalam rute perjalanan pulang ke New York dimana ia harus memberikan leporan kepada Dewan Keamanan PBB. Lee dalam kapasirtasnya sebagai ketua Asosiasi negara-negara Asia Tenggara, ASEAN, mengecam keras pemimpin militer Myanmar saat Gambari masih berkunjung di negara yang dilanda krisis politik itu karena adanya aksi kekerasan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dipihak para pengunjuk rasa yang terdiri dari pararohaniwan (biksu) dan rakyat sipil dalam demonstrasi di sejumlah kota di negri itu. Dalam memberikan dukungannya terhadap misi Gambari, Lee mengatakan dalam sebuah surat bahwa aksi kekerasan "telah membuat warga ASEAN dan belahan dunia lainnya merasa sangat prihatin". Pesan Lee tersebut menyusul pernyataan yang disampaikan oleh para pemimpin ASEAN di pertemuyan PBB di New York. Asean terdiri dari Brunei, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam. Para diplomat secara berhati-hati mengatakan menunggu hasil misi Gambari. Sementara pihak oposisi Myanmar mengatakan mereka tidak terlalu berharap banyak dari perjalanan misi Gambari kecuali utusan khusus PBB itu dapat menggelar pertemuan antara Aung San Su Kyi dengan Jendral Than Shwe. Militer berkuasa di Myanmar sejak 1962, sedangkan pemerintahan junta militer yang berkuasa sekarang di Myanmar memegang kendali kekuasaan sejak tahun 1988 setelah berhasil meredam aksi pro demokrasi yang lebih besar dari yang sebelumnya. Para jendral menyeru pemilihan umum pada tahun 1990 namun menolak untuk mundur saat partai Su Kyi dinyatakan sebagai pemenang pemilu ketika itu. ASEAN yang mengakui keanggotaan Myanmar pada p[erkumpulannya tahun 1997 telah melewati kesepakatan inter ASEAN yaitu tidak akan ikut campur dalam masalah dalam negri para anggotanya masing-masing dengan mengeluarkan kecaman keras atas apa yang terjadi di Myanmar. Mantan utusan khusus PBB untuk masalah Myanmar, Razali Ismail mengatakan kepada The Strait Times bahwa ASEAN harus melakukan sesuatu dan tidak berhenti pada mengeluarkan pernyataan kecaman kepada pemerintahan Junta Myanmar, demikian DPA.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007