Jakarta (ANTARA News) - Indonesia meminta Korea Selatan untuk mematuhi putusan Badan Penyelesaian Sengketa ("Dispute Settlement Body"/DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menyatakan adanya kesalahan prosedur dalam melakukan penyelidikan antidumping kertas Indonesia pada 2003, dan kemudian meminta negara itu mencabut tuduhannya. "Kami sudah menyampaikan `concern` kita (tentang putusan DSB) kepada Duta Besarnya untuk disampaikan kepada pemerintahnya,"kata Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan, Herry Soetanto, usai menerima Duta Besar Korea Selatan (Korsel) di Jakarta, Kamis. Herry menambahkan Indonesia juga pernah digugat negara lain dalam kasus mobil nasional dan dinyatakan membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan aturan multilateral dalam putusan panel DSB dan Indonesia mematuhi putusan DSB tersebut. "Kita hanya mau Korea segera laksanakan keputusan panel. Kalau kemudian tidak dilakukan, ada aturan jelas apa yang bisa kita lakukan. Kita tahu hak kita dalam kasus seperti itu," tegasnya. Menurut Herry, Korea Selatan masih memiliki kesempatan untuk melakukan banding terhadap putusan DSB tersebut. Jika Korea tidak juga mematuhi putusan DSB, maka Indonesia dapat meminta izin kepada WTO untuk melakukan retaliasi (tindakan balasan). "Retaliasi itu bisa luas bukan hanya barang tapi juga antar sektor. Ini kan sengketa kebijakan, bukan perusahaan atau perorangan, kompensasinya bisa macam-macam,"jelasnya. Sebelumnya dalam putusan DSB pada 28 September 2007 disebutkan Korea melakukan kesalahan prosedur dalam melakukan penyelidikan anti dumping produk kertas Indonesia. Korea juga dinyatakan memenuhi hak tertuduh dumping (Sinar Mas Group) untuk memberikan tanggapan atas evaluasi "injury" (kerugian) yang dialami industri kertas Korea. Keputusan DSB tersebut menguatkan kembali keputusan yang sama pada 2005. Atas keputusan itu Indonesia meminta Korea segera mencabut tuduhan dumping. Batas waktu Korea untuk melakukan banding ketika itu adalah 24 November 2005. Seharusnya Korea melakukan penghitungan ulang ("recalculation") atas margin dumping produk kertas Indonesia yang diperkirakan menjadi kurang dari 2 persen sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Namun, hal itu tidak dilakukan Korea. Akhirnya, pada awal tahun 2007, Direktorat Pengamanan Perdagangan, Departemen Perdagangan, meminta kepada ketua DSB untuk membentuk Panel (Original Panel/ Implementattion Report Panel dalam sidang DSB WTO. Kasus tersebut bermula dari petisi antidumping industri kertas Korea terhadap produk kertas Indonesia pada 30 September 2002. Produk kertas yang dikenai tuduhan dumping ada 16 jenis antara lain kelompok kertas berlapis dan tidak berlapis yang digunakan untuk menulis, mencetak, dan tujuan grafis lainnya serta kertas karbon. Ada empat perusahaan Indonesia yang dituduh melakukan dumping yaitu anak perusahaan Sinar Mas Group (PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk, PT Pindo Deli Pulp and Mills, dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk) serta April Pine Paper Trading Pte. Ltd. Pada 7 November 2003, Korea mengenakan BMAD untuk PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli Pulp and Mills, PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. sebesar 8,22 persen dan April Pine Paper Trading Pte Ltd 2,80 persen.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007