Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat Indonesia membutuhkan figur pemimpin muka baru yang berani, tegas, visioner, berwawasan, ahli strategi, kapabel, berintegritas dan memiliki "track record" (rekam jejak) yang bagus, sehingga munculnya nama Sutiyoso ditanggapi dengan antusias oleh rakyat, demikian hasil sebuah survei. "Rakyat menginginkan pemimpin untuk lima tahun ke depan adalah tokoh yang mampu membawa Indonesia tidak hanya ke arah perubahan, tapi bisa membawa Indonesia ke arah pembaharuan," kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Husin Yazid, kepada wartawan di Jakarta, Jumat. Temuan aspirasi masyarakat itu berdasarkan survei awal Puskapis tentang "Persepsi dan Perilaku Masyarakat Indonesia dalam Menghadapi Pilpres/Wakil Presiden 2009". Survei dilakukan 2 sampai 17 Juli 2007 di 33 Provinsi terhadap 1.250 responden, dengan menggunakan teknik "stratafied random sampling" dan dengan tingkat kesalahan ("margin error") sebesar lima persen dan tingkat keyakinan 95 persen. Tergambar dalam survei tersebut faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat Indonesia untuk menentukan pilihannya. Mayoritas akan melihat dulu siapa figur calon kepala negaranya, terutama muka baru yang mempunyai keberanian dan tegas sebesar (96 persen). Kemudian bagaimana "track record"-nya sebesar (95 persen), visioner dalam menerapkan pola pembangunan (94 persen), lalu dilengkapi pemimpin yang ahli strategi (93 persen). Kemudian ada juga warga masyarakat Indonesia akan melihat profesi calon (84 persen), dan dukungan dari tokoh agama dan masyarakat masing-masing (78 persen) dan (76 persen) dalam menentukan pilihannya. Ada juga warga yang akan mempertimbangkan asal partai yang mencalonkan (74 persen) serta asal daerah dan kesukuan calon kepala negara itu masing-masing (79 persen) dan (78 persen). Menurut Husin, dalam menentukan calon pilihannya masyarakat memiliki pertimbangan sendiri. Namun mayoritas dari mereka menyatakan untuk posisi pasangan presiden dan wakilnya paling cocok diisi oleh pasangan calon yang berlatar belakang militer dan sipil/partai politik atau sebaliknya (52 persen), terutama militer yang matang di birokrasi. Capres dan cawapres Selanjutnya, di antara masyarakat Indonesia melihat pasangan calon yang berasal dari sipil baik presiden maupun wakilnya sangat kecil. Hal ini terbukti hanya direspon (31 persen). Pasangan calon presiden dan wakilnya yang berasal dari para tokoh dan akademisi hanya mendapat respon (17 persen). Untuk calon presiden, responden, menilai sembilan nama mempunyai peluang yang sama, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (purnawirawan TNI), 2) Sutiyoso (militer birokrat), 3) Wiranto (purnawirawan TNI), 4) Megawati Soekarnoputri (sipil partai), 5) Jusuf Kalla (sipil partai), 6) Gus Dur (sipil partai), 7) Akbar Tandjung (sipil partai), 8) Amien Rais (akademisi/partai), dan 9) Sri Sultan Hemengkubuwono (sipil/birokrat). Untuk calon wakil presiden 1) Agung Laksono (sipil/partai), 2) Hidayat Nurwahid (sipil partai), 3) Suryadharma Ali (sipil/partai), 4) Hatta Radjasa (sipil/partai), 5) Surya Paloh (sipil/partai), 6) Din Syamsuddin (sipil/tokoh), 7) Hasyim Muzadi (sipil/tokoh), 8) Sutrisno Bachhir (sipil/partai, 9)Yusril Ihza Mahendra (akademisi/ partai). Pemilihan kepala negara menjadi momentum penting bagi rakyat untuk mengaktualisasikan demokrasi. Proses seleksi yang dilakukan secara langsung oleh rakyat itulah yang membuat 89 persen masyarakat menyatakan keyakinannya bahwa Pilpres itu akan menghasilkan pemimpin yang lebih baik. Sisanya yaitu enam persen masih meragukan, sedangkan dua persen mengaku tidak tahu dan tiga persen tidak menjawab ketika ditanyakan dampak dari pemilihan kepala negara secara langsung, demikian Husin Yazid. (*)

Copyright © ANTARA 2007