Markas Besar PBB, New York (ANTARA News) - Amerika Serikat menyatakan akan mengajukan rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB tentang pemberian sanksi tambahan kepada Myanmar berupa embargo persenjataan jika pemerintah negara tersebut tidak menepati langkah-langkah yang dianggap masyarakat internasional perlu dilakukan oleh junta Myanmar. Langkah AS tersebut tampaknya akan terganjal oleh China, yang menganggap bahwa situasi di Myanmar saat ini bukan merupakan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Sikap dua negara sesama anggota Dewan Keamanan PBB dengan hak veto itu mengemuka dalam sidang DK-PBB yang membahas masalah Myanmar di Markas Besar PBB, New York, Jumat. Sidang itu sendiri pada intinya mendengarkan laporan utusan khusus Sekjen PBB untuk masalah Myanmar, Ibrahim Gambari, tentang misi kunjungannya ke Myanmar pada 29 September-2 Oktober lalu. Hadir dalam sidang tersebut perwakilan 15 negara anggota Dewan Keamanan --termasuk Indonesia, Sekjen PBB Ban Ki-moon serta dua negara bukan anggota DK-PBB, yaitu Myanmar dan Singapura. "Kalau rejim Burma (Myanmar, red) tidak menanggapi secara konstruktif tuntutan masyarakat internasional dalam waktu yang tepat, Amerika Serikat siap untuk mengusulkan sebuah resolusi Dewan Keamanan yang akan memberlakukan sanksi tambahan,.. seperti embargo persenjataan," kata Wakil Tetap AS untuk PBB, Zalmay Khalilzad. AS, kata Khalilzad, menginginkan pemerintahan Myanmar untuk menjalankan empat langkah, yaitu segera mengakhiri tindakan keras terhadap rakyatnya, antara lain dengan menghentikan razia dan pemberlakuan jam malam, menarik pasukan keaman di sekitar biara dan jalan di berbagai kota di Myanmar. Tiga langkah lain yang diminta adalah agar junta militer Myanmar segera membebaskan para pengunjuk rasa, membebaskan semua tahanan politik termasuk tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi, serta memulihkan fasilitas publik, seperti jaringan telepon dan internet baik di dalam Myanmar maupun fasilitas komunikasi dari Myanmar kepada dunia internasional. China, seperti yang dinyatakan duta besarnya untuk PBB, Wang Guangya, menganggap masalah di Myanmar tidak berpotensi membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Tekanan-tekanan yang diberikan kepada Myanmar, kata Wang, tidak membantu bangsa tersebut mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Menurut China, tekanan justru akan mengarah kepada munculnya rasa ketidakpercayaan dan konfrontasi, bahkan bisa memutuskan dialog dan kerjasama yang saat ini sedang berlangsung antara Myanmar dan PBB. "Karena itu, Dewan Keamanan PBB harus mengambil pendekatan yang bijaksana dan bertanggung jawab dalam menangani masalah Myanmar," ujarnya. Apa yang dapat dilakukan masyarakat internasional adalah membantu Myanmar untuk mencapai rekonsiliasi nasional dan memajukan demokrasi dengan antara lain menawarkan mediasi yang jujur, kata Wang. Gambari berkunjung ke Myanmar pada 29 September hingga 3 Oktober dengan tiga misi, yaitu untuk mengetahui keadaan di lapangan menyusul terjadinya gelombang demonstrasi berdarah; menyampaikan pesan-pesan dari Sekjen PBB kepada pihak berwenang Myanmar, serta untuk memajukan dialog antara pemerintah dengan pihak oposisi di Myanmar guna mengakhiri krisis sejak minggu lalu serta untuk mencapai rekonsiliasi nasional. Sekjen PBB Ban Ki-moon dalam pernyataannya pada awal sidang DK-PBB membahas masalah Myanmar, Jumat, mengatakan saat ini terlalu dini untuk menilai apakah kunjungan Gambari ke Myanmar tersebut berhasil atau gagal. Namun ia mencatat satu hasil yang sangat penting dari kunjungan utusannya itu, yaitu pengumuman yang dinyatakan Pemerintah Myanmar tentang adanya kemungkinan pertemuan antara pemimpin Myanmar Jenderal Senior Than Shwe dengan tokoh oposisi Aung San Suu Kyi. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007