Padang  (ANTARA News) - Mendung bergelayut di atas langit Kota Padang, pada Sabtu (16/2) sekitar pukul 16.00 WIB.  Tak lama berselang hujan segera datang dari arah laut ibu kota Sumatera Barat (Sumbar) itu.

Kendati demikian ada suasana yang berbeda pada sore itu di  Jalan Permindo, Kawasan Pasar Raya Padang, kepulan asap membubung bebas ke udara. Asapnya wangi, beraroma bawang dan menggugah selera.

Asap beroma daging yang dibakar  tersebut  berasal dari puluhan tenda yang didirikan di sepanjang jalan Permindo  dalam rangka pelaksanaan  Festival Sate Padang. 

Ratusan orang berkerumun sambil melipir dari satu tenda ke tenda lain. Setidaknya ada 22 pedagang sate yang berpartisipasi.

"Ini kesempatan menikmati sate yang lezat dengan harga murah," kata seorang pengunjung Yuni (42).

Memang sate Padang di lokasi festival itu bisa didapatkan dengan harga terjangkau. Tak perlu merogoh kocek terlalu dalam, dengan uang Rp10 ribu sudah bisa menikmati seporsi sate.

Ada berbagai jenis dan merek sate, mulai dari daging, lokan, usus, lidah, sate labu, sate taichan, danguang-danguang, dan banyak lainnya.

Selain rendang, Sate Padang juga merupakan kuliner andalan di Ranah Minang. Jika berkunjung ke Kota Padang, atau daerah lain di Sumbar, tak sulit menemukan pedagang sate. 

Apalagi  penganan dengan ketupat serta kuah yang khas dan gurih ini cukup populer di tengah masyarakat. 

Di  tengah lokasi gelaran Festival Sate, ada dua baris meja panjang serta kursi yang disediakan panitia. 

Meja itu menjadi tempat "eksekusi" ratusan tusuk  sate oleh pengunjung yang datang bersama keluarga, kerabat, teman, atau pasangan.

Tepat di pojokan meja, orang nomor satu di Kota Padang yaitu Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah ikut berpartisipasi.

Ia tampak ditemani Penasehat Kesatuan Pedagang Jalan Permindo (KPJP) Miko Kamal, Kepala Dinas Perdagangan Endrizal, dan pejabat lain, termasuk dari provinsi.

Festival sate diinisiasi oleh Kesatuan Pedagang Jalan Permindo, bersama Dinas Perdagangan Padang.

Menurut Miko Kamal tujuan festival itu yang utama untuk merekatkan silaturahim antar pedagang dengan pedagang, kemudian dengan pemerintah, serta masyarakat.

Festival tersebut mendapat sambutan yang positif dari pengunjung, terutama pecinta kuliner.

"Semoga kegiatan festival kuliner seperti ini sering digelar, kalau perlu tidak hanya sate, tapi juga kuliner tradisional lain," kata seorang pengunjung, Lina (35).

Baca juga: Tangkal sate babi, Pemkot Padang gelar festival sate
Baca juga: Presiden cicipi sate Padang Panjang



Hilangkan Kekhawatiran

Seperti peribahasa "Sekali mendayung dua tiga pulau terlampui", festival itu juga bertujuan menghilangkan kekhawatiran yang muncul di sebagian masyarakat terhadap kuliner Sate.

Kekhawatiran itu  dampak terungkapnya kasus pedagang Sate Padang yang diduga menggunakan daging babi.

Kasus itu terungkap saat petugas gabungan dari Dinas Perdagangan Padang dan instansi terkait mengungkap penjualan sate diduga dari daging babi di kawasan Simpang Haru, dengan merek usaha Sate KMSB, pada Selasa (29/1).

Penindakan lapangan itu berbekal uji sampel yang sudah diambil instansi terkait sebelumnya, karena mendapatkan laporan masyarakat.

Pedagang sate Devi sebelumnya mengklaim kalau ia tidak tahu bahwa daging yang ia beli dari Kusti Gani adalah daging babi.

Saat ini proses kasusnya ditangani pihak Kepolisian Resor Kota Padang, sejak diserahkan oleh Dinas Perdagangan.

Namun begitu, meski telah ditangani secara hukum, kasus itu rupanya menyisakan kecemasan tersendiri di sebahagian masyarakat. 

Peristiwa menghebohkan tersebut mempengaruhi psikologi penikmat sate, meski yang bermasalah hanya satu pedagang saja. 

Hingga saat ini pihak Polresta Padang masih melanjutkan proses hukum terkait temuan kasus sate diduga dari daging babi.

Kepala Satuan Reskrim AKP edryan Wiguna, mengatakan pihaknya menunggu uji sampel terhadap daging sate yang dijual pedagang.

"Sekarang masih menunggu uji sampel, setelah keluar akan dilakukan gelar perkara," katanya.

Hingga saat ini polisi sudah memintai keterangan belasan saksi, namun belum menetapkan status tersangka.

Polisi juga sudah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke pihak Kejaksaan Negeri Padang.

Kepala Dinas Perdagangan Endrizal, tidak menampik kekhawatiran masyarakat soal kuliner sate ini. Sejak peristiwa tersebut ia kerap menerima keluhan dari pedagang sate karena menurunnya omzet penjualan.

Karena persoalan itu festival sate digelar sekaligus memberitahukan kepada masyarakat banyak kalau yang bermasalah itu hanya satu pedagang saja. Hal ini juga diserukan Mahyeldi di hadapan khalayak ramai.

"Jangan terpengaruh dengan kasus itu, karena yang bermasalah cuma satu. Sementara masih banyak pedagang yang baik dan jujur," serunya.

Pedagang yang bermasalah itupun, lanjutnya, juga sudah diserahkan ke polisi untuk diproses secara hukum.

Pemerintah juga menyatakan komitmennya untuk terus meningkatkan mutu produk sate. Diperkirakan jumlah pedagang sate di Padang mencapai jumlah seribuan.

Pada gelaran festival itu, juga sempat tercetus aspirasi yang disampaikan Miko Kamal, akan perlunya perhatian pemerintah memfasilitasi sertifikasi halal untuk pedagang sate di Padang. 

Karena mengurus sertifikasi itu pedagang kecil akan terkendala pada biaya. Aspirasi itu langsung diterima dan jadi perhatian Mahyeldi.

Terlepas dari berbagai persoalan, sate Padang sangat layak menjadi primadona para penyantap kuliner, dan memperkaya ragam kuliner nusantara.

Para pengunjung Festival Sate masih terus berdatangan silih berganti. Mereka masih asyik mengitari kawasan Permindo.

Jika ada pepatah karena satu setusuk rusak rendang sebelanga, setidaknya dengan Festival Makan Sate, kepercayaan masyarakat terhadap kuliner sate kembali tumbuh.


Baca juga: Polisi periksa 12 saksi terkait sate padang daging babi
Baca juga: Pedagang sate babi di Padang diancam 5 tahun penjara

Pewarta: Ikhwan Wahyudi dan Fathul Abdi
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019