Jakarta (ANTARA News) - Rapat Paripurna DPR pada Selasa menjadi sinyal positif bagi investor asing yang hendak menanamkan modalnya di Batam, Bintan dan Karimun, karena setelah pembahasan secara maraton, DPR dapat menerima Perppu Nomor 1 Tahun 2007 tentang Free Trade Zone (FTZ) menjadi Undang-undang. Dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogurtino, tercatat delapan fraksi yakni Fraksi Partai Golkar (PG), Fraksi PPP, Fraksi PDS, Fraksi Partai Demokrat (FPD), Fraksi PKB, Fraksi PBR, Fraksi Bintang pelopor demokrasi (BPD) dan Fraksi PKS, menyetujui Perppu FTZ disahkan menjadi UU. Satu fraksi, yakni FPAN, menyetujui dengan mengajukan sejumlah catatan, sedangkan Fraksi PDIP dengan tegas menolak pengesahan Perppu dan mengajukan nota keberatan (minderheits nota). Kelompok fraksi yang mendukung Perppu FTZ berasumsi, sejak krisis ekonomi 1998 Indonesia terus mengalami penurunan investasi. Dari sekian banyak tujuan investasi di Indonesia, satu-satunya daerah yang masih dianggap kompetitif adalah Batam. Namun tidak ada payung hukum bagi investasi di Batam. Dalam rapat paripurna, juru bicara (Jubir) FPG Nusron Wahid mengatakan, persetujuan investasi di Batam, Bintan dan Karimun yang nilai mencapai US$ 9 juta bisa menjadi kebangkitan ekonomi nasional. Karena itu, bila tidak mendapat dukungan dikuatirkan akan terjadi kegentingan investasi. "Bisa-bisa malah nanti akan terjadi tragedi investasi, sehingga FPG dapat menyetujui Perppu menjadi UU. Kita berharap BBK bisa menjadi kawasan yang sebanding dengan negara lain dan menjadi pertanda kebangkitan ekonomi nasional," kata Nusron. Sikap tak jauh beda juga ditunjukkan oleh FPD, PPP, FKB, PKS, PBR, PDS dan BPD. "Sejak tahun 2005 investasi di Indonesia terus mengalami penurunan, banyak perusahaan yang hengkang. Sehingga Indonesia semakin hari semakin tertinggal dibandingkan negara lain. Dengan demikian F-PPP dapat menyetujui Perppu disahkan menjadi UU,? kata Zainut Tauhid Za`adi, juru bicara PPP. Nasril Bahar, juru bicara Fraksi PAN mengatakan, fraksinya dapat memahami substansi Perppu dan bisa menerima Perppu menjadi UU. Namun, PAN memberikan beberapa catatan, yakni perbaikan sistem FTZ, pemerintah harus segera mengajukan draf RUU KEK, pemerintah wajib memberi perlindungan terhadap hak tanah rakyat di FTZ, serta harmonisasi antara pemerintah pusat dan daerah. "Fraksi PAN dapat memahami substansi dan bisa menerima Perppu menjadi UU," kata Nasril. Sedangkan, Fraksi PDIP secara tegas menolak penetapan Perppu tersebut menjadi UU. Sikap penolakan F-PDIP itu disampaikan oleh Hasto Kristanto, selaku juru bicara. "Pemerintah sengaja merekayasa kondisi darurat ekonomi untuk memuluskan lobi korporasi yang menjanjikan investasi sekurang-kurangnya Rp 17 triliun, oleh 20 korporasi besar dengan komitmen penyerapan tenaga kerja sebanyak 30.000 orang," kata Hasto. Selanjutnya, Fraksi PDIP mengajukan RUU Usul Inisiatif Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Batam, Bintan dan Karimun. Menurut PDIP, perlu dilakukan penataan perencanaan menyeluruh terhadap daerah yang akan dinyatakan sebagai FTZ, kawasan berikat dan kawasan industri. Melalui Kawasan Khusus ini juga dinyatakan, bahwa FTZ harus merupakan bagian dari daerah pabean Indonesia seperti diatur dalam UU No.17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Ketika akan diambil keputusan, sejumlah Anggota DPR melakukan interupsi. Mbah Tardjo (sapaan akrab Soetardjo Soergoeritno ) selaku Pimpinan Sidang menawarkan rapat paripurna di skors lima menit dan dilakukan lobi-lobi antar fraksi, atau pengambilan keputusan secara voting (pemungutan suara). Namun, permintaan tersebut ditolak Ketua F-PDIP Tjahjo Kumolo. Ia menegaskan, fraksinya tidak akan mengikuti proses pengambilan keputusan karena F-PDIP menolak penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2007 menjadi UU. "Mencermati pandangan fraksi dan pendapat pemerintah. Sikap kami tegas, menolak dan akan menyampaikan 'minderheats nota'. Kita tidak ikut proses pengambilan keputusan," kata Tjahjo. Mendapati sikap F-PDIP itu, dua Anggota F-PAN, yakni Drajad H. Wibowo dan Alvin Lie Ling Piao, juga menyampaikan "minderheats nota". Sikap itu diambil Drajad, setelah usulan suara minoritas yang tidak setuju Perppu menjadi UU agar diperhatikan, tapi ditolak oleh rapat paripurna. Sebelumnya, Alvin sempat menginterupsi pernyataan juru bicara F-PAN, Nasril Bahar, saat menyampaikan pandangan, karena Nasril mengatakan, F-PAN dapat memahami substansi dan bisa menerima Perppu tersebut. Meskipun ada "mindeheats nota", maka seluruh anggota Fraksi PDIP sebagai bentuk penolakan terhadap penetapan Perppu menjadi UU dan juga "minderheats nota" dari dua Anggota F-PAN, Soetarjo selaku Pimpinan Sidang tetap mengesahkan dan memukulkan palu sidangnya sebagai bentuk persetujuan. "Dengan demikian dapat disahkan, 'minderheats' F-PDIP, Drajad dan Alvin akan menjadi lampiran keputusan," katanya. Rapat Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2007 itu, antara lain dihadiri Menteri Perdagangan (Mendag), Mari Elka Pangestu, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM), Andi Mattalata, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nasional (BKPM), Muhammad Lutfhi, dan Gubernur Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007