Jakarta (ANTARA News) - 
"Di sana rumahku
dalam kabut biru
hatiku sedih
di hari minggu
di sana kasihku
berdiri menunggu
di batas waktu
yang telah tertentu
ke Jakarta aku kan kembali
walaupun apa yang kan terjadi"....

Cuplikan lirik lagu grup band legendaris Koes Plus ini, bisa jadi menjadi gambaran betapa ibu kota Jakarta dengan segala kelebihan dan kekurangannya tetap menarik untuk dikunjungi atau bahkan menjadi tempat tinggal.

Dari sisi hiburan, Jakarta sebagai kota metropolitan menjadi impian semua orang untuk menyambangi tanah Betawi ini.

Dari sisi transportasi jangan ditanya, karena macet sudah menjadi keseharian dan momok bagi warga.
Jakarta seperti halnya sejumlah kota besar di dunia, hingga kini masuk dalam daftar salah satu kota termacet di dunia menurut beberapa media internasional.

Namun, mulai akhir Maret 2019, penduduk ibu kota Jakarta sedikit lega seiring mulai beroperasinya Mass Rapid Transit (MRT) yang kemudian disebut Moda Raya Terpadu. Mereka tidak perlu berlama-lama menunggu kedatangan transportasi umum ataupun dilanda ketidakpastian akibat kemacetan jalanan Jakarta.
Petugas melakukan pengecekan kereta Mass Rapid Transit (MRT) di Stasiun Lebak Bulus, Jakarta, Kamis (17/1/2019). Jelang peresmian MRT yang akan dilaksanakan pada Maret 2019 tersebut masyarakat dapat mencoba secara gratis moda transportasi itu mulai 27 Februari. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)

Mengapa demikian? Karena ada alternatif lain yang dapat membawa Anda lebih cepat sampai ke tempat tujuan, yakni dengan menggunakan MRT. Ini dikarenakan transportasi publik massal ini diklaim mampu menghadirkan ketepatan waktu perjalanan dan kedatangan kereta antara 10 menit hingga lima menit.

MRT Jakarta mulai dibangun pada 2014 dengan pengembangan jalur MRT Fase I dari Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia.
Baca juga: Memaksimalkan fungsi Moda Raya Terpadu

Rangkaian MRT bernama Ratangga yang berarti "kereta perang" ini memiliki kapasitas 332 orang per gerbong atau 1.950 orang per rangkaian. Diawaki 71 orang masinis, Ratangga juga ramah disabilitas seperti lanjut usia, disabilitas, wanita hamil, orang tua membawa anak kecil.

Dari waktu ke waktu, perkembangan teknologi dan moda transportasi semakin canggih, yang utamanya untuk memenuhi kebutuhan mobilitas orang yang semakin mengandalkan kenyamanan, kecepatan dan ketepatan waktu serta efisiensi dan efektivitas bepergian dengan kendaraan. 

Budaya bepergian dari bus bertingkat, Double-Decker Tram hingga bus bermerek Mercedes dan Volvo yang berasal dari Eropa hingga akhirnya muncul bus Transjakarta, kini moda transportasi terbaru yakni Kereta Ratangga MRT Jakarta akan membawa pola bepergian baru yang diharapkan lebih efektif dan efisien serta berkontribusi pada pengurangan kemacetan di kota sibuk Jakarta.

Direktur Utama Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) Pande Putu Yasa menuturkan transformasi teknologi pada bus dalam Kota telah terjadi dari beberapa puluh tahun lalu. Jika sekitar tahun 1980-an, bus buatan Eropa seperti Mercedes dan Volvo yang lalu lalang di jalanan Jakarta sebagai moda transportasi massal, kini bus Hino buatan Jepang muncul dan menjadi transportasi publik untuk suplai bus Transjakarta.

Dia menuturkan, masing-masing bus dari keluaran Eropa maupun Jepang memiliki keunggulan masing-masing. Yang menjadi pertimbangan antara lain daya tahan, perawatan yang lebih mudah dan pelatihan terhadap teknisi dan awak bus.

Pada saat penggunaan bus Mercedes dari Eropa, dia menuturkan para awak pengemudi bus mendapatkan pelatihan sehingga mampu mengendarai dan mengendalikan bus dengan baik. 
Baca juga: MRT hadir, yuk kurangi polusi atau tanggung penyakitnya sendiri
Baca juga: Kereta MRT didorong mobilitas per lima menit


Begitu pula dengan pergantian generasi sekarang yang menggunakan bus Hino, awak dan teknisi bus juga mendapatkan pelatihan untuk terampil mengelola dan mengendalikan bus itu.


Perubahan mendasar baik dari segi teknologi juga terjadi. Jika dulu pada 1980-an, bus tidak dilengkapi dengan Global Position System (GPS) dan CCTV. Saat ini, bus telah dilengkapi dengan dua teknologi tersebut yang dapat membantu menentukan posisi dan memandu arah perjalanan.

Dengan menggunakan MRT, perjalanan baik di bawah dan di atas permukaan tanah dari Bundaran Hotel Indonesia (HI) ke Lebak Bulus hanya dapat ditempuh dalam waktu 30 menit saja melalui stasiun dan jalur khusus MRT Jakarta. 

Kereta MRT juga telah dipasang sistem keamanan canggih dan menggunakan sistem Communication-Based Train Control sehingga memampukan kereta tiba dan berangkat tepat waktu. 

Penggunaan moving block juga membuat kereta MRT bergerak fleksibel tanpa khawatir bertabrakan sehingga dengan jarak lima menit tiap rangkaian kereta dapat berdatangan dengan aman.

Jika dibandingkan dengan sistem fix block yang menggunakan marka-marka di rel yang posisinya sudah statis, sehingga pergerakan kereta tidak sedinamis penggunaan sistem moving block.

"Sistem moving block ini menghitung jarak dan kecepatan antar kereta dan itu bisa lebih aman karena kenyataannya yang harus dijaga adalah safety distance (jarak aman) antar kereta dibandingkan dengan jarak antar marka-marka yang ada di rel yang menbutuhkan pengamatan manual manusia (di sistem fix block)," kata Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta Muhamad Kamaluddin kepada Antara.

Dengan berbagai pilihan moda transportasi, masyarakat tentu bisa lebih jeli dalam memilih transportasi yang mendukung kegiatan mobilitasnya. 
Pekerja melintasi terowongan proyek Mass Rapid Transit (MRT) di Senayan, Jakarta, Kamis (10/12/15). Pembangunan MRT rute Lebak Bulus - Bundaran HI untuk struktur layang mencapai 22 persen sedangkan struktur bawah tanah sebesar 50 persen. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pras.

Sistem CBCT

MRT menggunakan sistem kontrol otomatis paling modern di dunia, yang berasal dari Jepang, CBTC untuk ketepatan waktu dan kepastian kedatangan kereta serta keamanan.

"Keamanan tinggi karena dikontrol secara otomatis ya pasti bagus cuma persiapannya cukup panjang untuk memastikan bahwa sistem ini bisa bekerja dengan baik," tutur William.

CBTC adalah sistem pengendalian kereta berbasis komunikasi yang bersifat nirkabel (wireless). 
Dengan jarak pertemuan antarrangkaian kereta, antara lima menit dan 10 menit, sehingga keamanan terjamin. 

Ahli persinyalan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Sinung menuturkan komunikasi nirkabel memberi keuntungan dan manfaat besar dalam pemilihan berdasarkan pada kebutuhan operasi lalu lintas kereta api yang tercermin dari jumlah kereta yang lewat per menit dalam satu jalur rel tertentu pada jam sibuk.

Pada penggunaan teknologi nirkabel CBTC, ada sejumlah pertimbangan teknis yang perlu menjadi perhatian sehingga operasional kereta tetap berjalan dengan efisien.

Pertimbangan teknis itu adalah terkait frekuensi yang digunakan, kekuatan daya pancar sinyal, lokasi pemakaian dan vandalism, sumber pengadaan komponen, kemampuan industri lokal dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan pembangunan sistem CBTC.

Sinung mengatakan frekuensi dan peralatan yang digunakan harus mendapat ijin dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI untuk dapat dioperasikan.  Sejumlah negara maju terdapat beberapa konsep frekuensi perkeretapian yang dikelola secara nasional, sebagai contoh, GSM-R di Eropa ataupun LTE-R. Kekuatan daya pancar menjadi penting supaya mencegah interferensi sinyal dan tidak mengganggu frekuensi lain di sekitarnya dan ini juga memerlukan sertifikasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.

Terkait lokasi pemakaian peralatan sinyal dan vandalism, masalah utama adalah di instalasi. Jika di tempat terbuka, maka perlu teknologi yang aman terhadap vandalism.

"Terdapat kasus dahulu, dimana peralatan sinyal yang dicuri karena ada kabel-kabel tembaga di sepanjang jalan rel," ujar Sinung.

Persinyalan MRT sendiri sudah diamankan dengan menetapkan jalur frekuensi khusus untuk menjaga operasional kereta.

Selain itu, sumber pengadaan komponen untuk kemampuan pemeliharaan perangkat persinyalan CBTC juga harus dapat dijamin sehingga jika diperlukan, dapat dengan mudah diperoleh. Sebaiknya, tidak terlalu bersandar pada kebanyakan impor komponen namun mendorong ketahanan industri bangsa untuk pengadaan komponen dalam negeri.

Untuk itu, kemampuan industri lokal harus diperkuat untuk mampu berkontribusi dalam meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri untuk implementasi perangkat persinyalan tersebut maupun pembangunan MRT Jakarta, meskipun sistem tersebut awalnya diadopsi dari Jepang.

Dengan sistem layanan stasiun kereta berbasis teknologi nirkabel, maka berbagai layanan kereta akan terkendali dengan aman seperti layanan informasi kereta, informasi realisasi kedatangan kereta, berita seputar layanan, dan reservasi tiket. 
Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kiri) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kanan) saat meninjau pengoperasian MRT (Mass Rapid Transit) di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Rabu (20/2/2019). Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan keberadaan MRT diharapkan dapat mengurangi tingkat kemacetan di Jakarta yang kerugiannya ditaksir mencapai Rp100 Triliun. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc. *** Local Caption *** (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Pada skema pembangunan MRT yang melibatkan bantuan dari pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), anak-anak Indonesia dilatih untuk memaksimalkan kemampuan mengoperasikan MRT sehingga terjadi transfer teknologi.

Seluruh awak yang mengemudi MRT juga merupakan anak-anak muda Indonesia yang bekerja antara lain di bidang operasi pemeliharaan kereta, pemeliharaan sistem dan pengembangan bisnis.

"Pada saat ini seluruh sistem dan kereta itu sudah dioperasikan oleh anak-anak Indonesia," tutur William.
MRT dengan konsep inkubator bisnis juga membuka kesempatan bagi usaha mikro, kecil dan menengah untuk mengisi outlet di stasiun MRT seperti kuliner dan kriya di berbagai stasiun antara lain Lebak Bulus, Haji Nawi, Fatmawati, Dukuh Atas dan Blok A.


Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Muhammad Effendi untuk pasokan listrik untuk operasional kereta MRT Jakarta tersedia ada dua sumber suplai dari Perusahaan Listrik Negara, yang satu digunakan sedangkan yang satu lagi untuk cadangan. 

Listrik tersebut dipasok dari dua Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 150kV PLN via dua Gardu Induk (GI) yang berbeda, yakni Gardu Induk CSW dan Gardu Induk Pondok Indah.

"Kita juga ada generator untuk station aja, bukan untuk operasi kereta," tuturnya.

Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta Muhamad Kamaluddin menambahkan jika salah satu aliran pasokan listrik terganggu, maka aliran pasokan listrik yang tersisa akan menyediakan backup 100 persen load sehingga tidak ada dampak mengurangi kebutuhan daya MRT. 

"Kegiatan operasional dan perawatan MRT Jakarta sudah disiapkan menyeluruh untuk seluruh komponen sarana dan prasarana MRT," tutur Kamaluddin.
Baca juga: MRT tempuh rute Bunderan HI-Lebak Bulus dalam 30 menit

Kurangi macet 

Direktur PT MRT Jakarta William Sabandar menuturkan dengan masyarakat beralih menggunakan Kereta Ratangga MRT Jakarta, maka diharapkan dapat mengurangi lalu lintas kendaraan mobil pribadi di sejumlah wilayah di Jakarta, meskipun belum dalam skala besar karena MRT Jakarta yang ada saat ini baru akan melalui jalur Bundaran HI ke Lebak Bulus dan sebaliknya, sementara masih ada segmen-segmen lain yang akan dibangun untuk pergerakan MRT Jakarta ke depan.

Jika dari 100.000 orang yang menggunakan MRT Jakarta, sebanyak 50.000 orang  berpindah dari penggunaan mobil pribadi ke transportasi publik itu, maka dengan asumsi dua orang penumpang per hari di tiap mobil pribadi, setidaknya sebanyak 25.000 mobil pribadi diperkirakan berkurang dari lalu lintas di sejumlah wilayah Jakarta.

"Jadi, ada 25.000 mobil yang kita hemat masuk ke kota setiap hari, dan saya kira itu akan sangat signifikan, memang belum akan mengatasi kemacetan di Jakarta secara total karena ini baru satu 'line' (jalur) tapi kalau dikerjakan dengan interkoneksi, integrasi pasti akan bagus hasilnya ke depannya," tutur William. 

Dia menuturkan pada rencana operasional komersial pertama dalam periode 24-31 Maret 2019, PT MRT Jakarta menargetkan 65.000 penumpang Kereta Ratangga. Sementara target penumpang hingga akhir tahun 2019 sejak beroperasinya MRT secara komersial adalah 130.000 orang.

"Kita akan mulai dengan 65.000 orang kemudian target saya di akhir tahun ini itu bisa dapat 130.000 orang, dari 130.000 itulah yang kita akan tingkatkan terus menerus," ujarnya. 

Dalam perjalanan menggunakan MRT Jakarta, dia mengatakan rencananya disediakan sistem tiket perjalanan tunggal dan multi perjalanan, sementara tarif yang diusulkan adalah Rp8.500 per 10 kilometer perjalanan.


Menarik kelas menengah

Dalam fase I, Moda Raya Terpadu akan melalui jalur Bundaran HI ke Lebak Bulus. Pada jalur ini, diharapkan kelas menengah ke atas menjadikan Angkutan Cepat Terpadu Jakarta sebagai kendaraan bermobilitas.

Semakin banyak orang yang beralih ke MRT maka diharapkan semakin sedikit mobil berkeliaran di jalanan sehingga setidaknya dapat membantu mengurangi kemacetan meskipun belum dalam skala besar.

Untuk menarik lebik banyak minat warga menggunakan MRT, Direktur PT MRT Jakarta William Sabandar menuturkan pihaknya melakukan sosialisasi kepada seluruh orang-orang yang berkantor di kawasan Jalan Sudirman, Jalan M.H. Thamrin untuk mau mengubah pola transportasinya ke kantor.

Selain itu, dengan pemerintah, pihaknya akan menyiapkan berbagai fasilitas untuk meningkatkan kenyamanan bagi para penguna layanan MRT seperti Parkir dan menumpang atau 'park and ride', drop off, integrasi dengan bus Transjakarta di Lebak Bulus, Cipete, Fatmawati supaya interkoneksi dengan transportasi publik lain juga bagus. 

Dia mengatakan warga Jakarta juga harus terus menggantikan budaya berkendaraan dengan beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi massal untuk mengurangi kemacetan di Jakarta.

"Harus ada keinginan untuk membangun kota. Kita ini semua bagian dari Jakarta, kita ingin melihat kota Jakarta yang indah, yang bebas macet, maka harus ada kerelaan berkorban dari awal meski memang mungkin masyarakat ya siapapun itu sudah harus mencoba MRT Jakarta, membiasakan diri naik MRT Jakarta," tuturnya.

Untuk sistem keamanan operasional kereta, PT MRT Jakarta bekerja sama dengan Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk melakukan pengamanan objek vital. Sementara, pengamanan stasiun juga dibantu personel Kepolisian RI (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

"Kemudian secara fasilitas, semua stasiun-stasiun dan fasilitas vital kita dilengkapi dengan CCTV dan alat pemantau yang lain," tuturnya.

Dia mengatakan stasiun akan dilengkapi toko-toko retail, mini market, tempat-tempat makan dan minum dan fasilitas anjungan tunai mandiri. 
Jurnalis mengabadikan suasana perjalanan kereta Mass Rapid Transit (MRT) saat uji coba di Jakarta, Rabu (30/1/2019). PT MRT Jakarta menyatakan hingga 25 Januari 2019 progres konstruksi Fase I Koridor Lebak Bulus-Bundaran HI telah mencapai 98,59 persen. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.


Interkoneksi

Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta Muhamad Kamaluddin menuturkan jangakauan dari tranportasi Kereta Ratangga MRT Jakarta didorong untuk menjangkau sebanyak-banyaknya titik sehingga lebih menarik banyak minta warga dari berbagai area untuk menggunakan kendaraan massal itu.

Untuk itu, MRT Jakarta harus terintegrasi dengan moda lain seperti bus Transjakarta dan layanan kereta rel listrik komuter agar ketika orang ingin pergi dari titik A ke titik B, mereka bisa menggunakan transportasi publik sehingga tidak cuma satu koridor dan tidak terbatas layanan pada warga yang tinggal dekat stasiun.

Ketepatan waktu kedatangan dan lama keberangkatan Kereta Ratangga juga salah satu bagian dari promosi kepada publik. Untuk memudahkan mobilitas warga, rencananya MRT akan dibangun dengan akses pejalan kaki dan stasiun.

"Kita coba promosikan dari sisi ketepatan waktu, jadi dibandingkan dengan kendaraan pribadi,  kita bisa dipastikan bahwa dari Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI itu selalu on time' (tepat waktu) 30 menit," ujarnya.

Interkoneksi juga akan dikembangkan untuk memudahkan mobilitas pengguna Kereta Ratangga untuk bepergian setelah turun dari kereta. Misalnya, interkoneksi antara Stasiun Dukuh Atas dengan gedung kantor di sekitarnya dilakukan dengan pembangunan terowongan. 

"Di dekat (kawasan) Sudirman juga sudah kita bangun beberapa terowongan, jadi lebih mudah sebetulnya orang untuk pindah dari kereta melewati terowongan langsung terhubung dengan gedungnya dibandingkan dengan mobil nanti yang lebih sulit harus cari parkir kemudian waktu tempuhnya juga lama jadi kita lihat dari sisi 'benefits' (manfaat) yang seperti itu," ujar Kamaluddin. 

Selain itu, ada potensial area drop off pada subsegmen Fatmawati. Fatmawati berpotensi sebagai titik transit penumpang dari selatan Jakarta seperti dari Jagakarsa dan Pondok Labu.

Titik transfer dapat memanfaatkan bus stop yang ada, area bawah Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta atau Jakarta Outer Ring Road. Namun, diperlukan dukungan fasilitas pejalan kaki dari halte ke stasiun MRT.
Baca juga: MRT simbol kemajuan Jakarta
Baca juga: Pengamat sebut MRT efektif kendati kebijakan terlambat


Selain fasilitas interkoneksi, Kamaluddin mengatakan ke depannya bisa menggarap fasilitas lain untuk memudahkan perpindahan orang dari stasiun MRT ke berbagai tempat, misalnya fasilitas bike sharing. 

Dengan sistem bike sharing tersebut, orang dapat menyewa dan mengendarai sepeda dari area stasiun kemudian kembali lagi ke stasiun untuk melanjutkan perjalanan pulang ke rumah atau ke tempat lain.

"Jadi mempermudah mobilitas dalam segala hal, bukan hanya di kereta saja tapi di setiap stasiun juga akan kita permudah," tutur Kamaluddin. 

"Bike sharing masih dalam proses. Kalau tempatnya di sekitar stasiun sudah kita rencanakan, sudah kita plot, tinggal masalah bagaimana pengelolaan bike sharing sendiri, apakah kerja sama dengan pihak ketiga atau kita kelola sendiri, itu masih dalam proses persiapan," lanjutnya.


Integrasi tarif

Selain menggunakan kartu yang diterbitkan MRT Jakarta sendiri, nantinya penumpang dapat menggunakan kartu prabayar (prepaid card) dari bank mitra MRT Jakarta.

Bank-bank yang menjadi mitra juga akan bekerja sama dalam hal promosi dalam lingkungan MRT Jakarta. 

Saat ini, PT MRT Jakarta akan melakukan studi untuk penggabungan atau integrasi tarif antar operator sehingga dengan satu kali penggunaan tiket, bisa melakukan perjalanan dengan berbagai moda yang terintegrasi dengan MRT, misalnya dengan bus dan kereta listrik.

Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta Muhamad Kamaluddin mengatakan integrasi tarif antar transportasi di Jakarta akan membantu warga untuk menggunakan beberapa transportasi yang sudah terkoneksi dengan sekali bayar.

Dalam integrasi tarif itu, Kamaluddin mengusulkan  warga bisa menggunakan bis kemudian berpindah ke Kereta Ratangga MRT Jakarta, namun rencananya tarif bukan dijumlahkan dari masing-masing transportasi, namun disesuaikan sehingga warga mendapatkan tarif yang lebih murah. 

Namun, rencana itu masih dikaji karena melibatkan berbagai pihak dan operator transportasi.

Jadi nanti setelah beroperasi, tahap berikutnya adalah mengintegrasikan tarif dan dari tarif yang terintegrasi tentunya akan semakin bersaing dengan pemilik mobil pribadi, dibandingkan membeli bensin dibandingkan membayar parkir itu akan lebih mudah.

Baca juga: Menaker: penggunaan MRT bisa turunkan stres pekerja
Baca juga: MRT Jakarta pastikan penerapan standar keselamatan dan keamanan

 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2019