Jakarta (ANTARA News) - Dengan teropong Boscha sekalipun hilal (bulan) tetap tak akan terlihat karena posisinya yang masih di bawah satu derajat dari kaki langit, sehingga Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari dan 1 Syawal 1428 H (Idul fitri) jatuh pada Sabtu (13 Oktober). "Dengan teropong Boscha tetap tidak bisa terlihat," kata Pakar Astronomi dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Dr Thomas Djamaluddin, di Jakarta, Kamis. Sementara penggunaan teropong antariksa yang super canggih untuk melihat hilal, menurut Djamal yang juga ahli dalam hisab rukyat, bermasalah dari segi syariah. "Dengan satelit masih diperdebatkan secara hukum wilayah keberlakukannya," katanya. Manurut dia, perbedaan 1 Syawal antara ormas Islam hanya dalam masalah kriteria, namun dalam soal hitung-hitungan astronomis semua ormas sama. "Masalahnya Muhammadiyah menentukan bahwa hilal malam ini sudah berwujud meskipun posisi hilal masih sangat rendah dan tak akan bisa dilihat. Sehingga Muhammadiyah sudah memulai bulan baru (1 syawal) pada Jumat," ujarnya. Sementara itu, NU mengacu bukan saja pada hisab tetapi juga perlunya merukyat di mana hasil rukyat menyatakan tak ada yang melihat hilal dan Ramadhan pun digenapkan 30 hari. Menteri Agama M Maftuh Basyuni sebelumnya menetapkan, berdasarkan hasil sidang itsbat, laporan Ketua Badan hisab rukyat dan hasil pengamatan hilal dari 40 lokasi tak ada yang mengaku melihat hilal. Dengan demikian 1 Syawal 1428 (Idul Fitri) jatuh pada Sabtu 13 Oktober 2007, katanya. Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta umat mengembangkan budaya toleransi terhadap segala perbedaan dan mengimbau agar umat Islam tidak melihat perbedaan sebagai suatu perpecahan, tetapi sebagai rahmat. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007